Biksu Thailand Dikecam Karena Dukung Aborsi

[ad_1]

Seorang biksu yang dikenal karena dukungannya terhadap hak-hak LGBT+ telah memicu kemarahan di kalangan konservatif setelah ia menyerukan agar Thailand melakukan dekriminalisasi aborsi.

Phra Shine Waradhammo yang termasuk di antara sekitar 20 aktivis proaborsi yang melakukan protes di depan parlemen Thailand pekan ini, menyerukan agar semua hukuman dicabut bagi perempuan yang memilih untuk mengakhiri kehamilannya.

“Orang-orang memanggil saya ‘sampah’ dan ‘hantu kelaparan berjubah warna kunyit’ di Facebook,” kata biksu berusia 52 tahun itu, Jumat (29/1), merujuk pada komentar-komentar terhadap foto dirinya yang memegang poster bertuliskan “Hentikan mengutuk aborsi “.

Phra Shine Waradhammo, biksu Buddha, berfoto selfie di Bangkok, Thailand, 9 Agustus 2020. (Foto: Phra Shine Waradhammo/Thomson Reuters Foundation)

“Ketika saya berbicara tentang masalah LGBT+ satu dekade lalu, saya tidak menerima banyak kecaman, karena orang-orang mungkin memandang aborsi sebagai pembunuhan,” katanya kepada Reuters.

Aborsi ditentang oleh banyak penganut ajaran Budha Theravada yang mayoritas di Thailand. Mereka mempercayai aborsi secara langsung bertentangan dengan ajaran Buddha dan perempuan yang melakukannya akan dibayangi hantu.

Tetapi Senin lalu, anggota parlemen Thailand memilih untuk mengizinkan aborsi hingga 12 pekan kehamilan dan menghukum mereka yang melakukannya setelah itu, keputusan yang menurut para aktivis proaborsi tidak melindungi hak-hak ibu.

Berdasarkan undang-undang yang berlaku saat ini, aborsi setelah 12 pekan hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu, dan pelaku yang melanggarnya bisa dikenai hukuman hingga enam bulan penjara, atau denda hingga 10.000 baht (334 dolar), atau keduanya.

Phra Shine adalah pengguna aktif media sosial dan sering menuliskan pendapatnya terkait masalah gender dan kesetaraan seksual. Ia juga sering menanggapi pertanyaan dan komentar terkait masalah-masalah itu dalam hubungannya dengan ajaran Budha.

Pada 2010, ia menulis artikel opini untuk majalah nasional tentang penemuan lebih dari 2.000 janin oleh polisi di sebuah kuil Buddha di Bangkok, dan meminta orang-orang untuk bersimpati pada perempuan-perempuan yang menjalani aborsi ilegal. “Perempuan yang melakukan aborsi ditekan oleh ajaran agama seperti halnya orang-orang LGBT+ ditekan oleh sistem moral, “katanya. [ab/uh]

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *