[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Juru bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU) Guntur Saragih mengatakan lembaganya memiliki wewenang untuk menolak merger antara perusahaan teknologi Grab dan Gojek. Namun demikian, ia mengatakan keputusan itu baru bisa dilakukan setelah adanya notifikasi pasca merger dari perusahaan.
“Dalam kewenangannya KPPU bisa menolak atau menerima dengan remedys, namun hasil penilaian sesuai dengan prosedur berlaku, pelaku usaha mengajukan notifikasi yang memenuhi treshold. Kami ada Perkom (peraturan komisi) relaksasi sehingga 60 hari waktu untuk mengajukannya,” ujar Guntur dalam konferensi video, Selasa, 8 Desember 2020.
Isu merger Grab-Gojek, menurut Guntur, memang menjadi tantangan bagi pengawas persaingan di Indonesia. Sebab, rezim yang dianut pada aturan persaingan di Indonesia adalah post-notification dan post-merger. Sehingga, komisi baru bisa menilai adanya pelanggaran atau tidak setelah adanya notifikasi.
“Ini juga jadi pembelajaran di kita betapa konsekuensi yang kita terima karena UU masih menganut rezim post belum pre, seperti yang diwacanakan dalam amandemen,” tutur Guntur. Karena itu, ia berharap rezim pelaporan nantinya diubah menjadi pra-merger, sehingga bisa dilakukan pencegahan.
Ihwal isu merger Grab dan Gojek, Guntur melihat dua perusahaan ini adalah pemimpin pasar, besar, dan pelaku pasarnya tidak banyak. Nantinya, ia mengatakan KPPU bisa menilai pada konsentrasi pasarnya.
[ad_2]
Sumber Berita