[ad_1]
Presiden Joko Widodo telah menerima suntikan dosis kedua vaksin Covid-19 buatan Sinovac pada Rabu (27/1). Dosis kedua tersebut diberikan setelah pemberian suntikan pertama pada 13 Januari.
Bertempat di Sisi Barat Halaman Tengah Istana Kepresidenan, Jakarta, Jokowi disuntik dosis kedua. Para tokoh masyarakat yang divaksin pertama kali bersamaan dengan dirinya pada dua minggu lalu, juga ikut menerima dosis kedua.
Usai divaksin, Jokowi menuturkan tidak ada tidak ada gejala serius yang dirasakannya usai menerima dosis pertama vaksin Sinovac.
“Sekarang hari ini, saya mendapatkan suntikan vaksin yang kedua, dan sama seperti yang pertama, tidak terasa. Kalau dulu setelah dua jam hanya pegal-pegal. Sekarang saya kira sama saja. Saya juga aktivitas kemana-mana juga,” ungkap Jokowi.
Mantan gubernur DKI Jakarta ini juga mengakui bahwa realisasi vaksinasi untuk tenaga Kesehatan masih rendah pada awalnya. Hal ini, ujarnya, karena manajemen di lapangan yang harus diperbaiki. Saat ini, baru 250 ribu tenaga kesehatan yang divaksinasi.
“Kita harapkan sebetulnya bisa 900 ribu sampai 1 juta yang divaksin, ini target, tapi itu memang perlu waktu, perlu manajemen lapangan yang baik, dan ini yang selalu saya sampaikan kepada Menkes,” jelasnya.
Dalam kesempatan ini, ia memastikan bahwa rencana vaksinasi untuk kalangan masyarakat lainnya sebisa mungkin akan dilaksanakan sesuai jadwal. Sesudah tenaga kesehatan, kalangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri, serta pelayan publik akan menjadi sasaran yang divaksin selanjutnya. Untuk masyarakat keseluruhan, Jokowi berharap bisa dimulai pada Februari mendatang.
Dia kembali mengingatkan, masyarakat tetap harus disiplin menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak, meski sudah ada vaksin.
“Itu penting karena kuncinya juga ada di situ. Selain vaksinasi kunci yang kedua adalah menjaga protokol kesehatan, hindari kerumunan, kurangi mobilitas kemana-mana,” paparnya.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berharap proses vaksinasi yang kedua bisa memotivasi tenaga kesehatan yang belum bisa divaksin karena alasan medis untuk segera sehat, agar bisa divaksinasi..Hal ini harus dilakukan, mengingat tenaga kesehatan memiliki risiko tinggi terpapar virus ini dalam menjalankan tugasnya nanti.
Dengan angka kasus kumulatif Covid-19 yang sudah menembus angka satu juta, Budi berjanji pihaknya akan terus bekerja keras untuk menangani pandemi ini. Ia juga meminta masyarakat untuk menekan laju penularan virus dengan cara berdislipin menerapkan protokol kesehatan.
“Tapi momen kedua yang lebih penting buat saya adalah, saya harus mengajak teman-teman sekalian, itu tenaga kesehatan yang 600 yang wafat, jangan sampai mereka wafat sia-sia. Kita harus memastikan agar perjuangan mereka bisa kita teruskan,” ungkap Budi.
Kekebalan Kelompok
Ketua Perhimpunan Alergi Imunologi Indonesia (PP Peralmuni) Prof.Dr Iris Rengganis mengatakan kepada VOA bahwa protokol kesehatan “5M” tetap harus dijaga, meski sudah menerima dua kali suntikan vaksin Covid-19 karena risiko terpapar masih ada.
“Kalaupun antibodi terbentuk penuh, artinya sudah dua kali, antibodi sudah terbentuk dua minggu kemudian, tetap jaga protokol kesehatan, karena vaksin tidak ada yang 100 persen,” ungkap Iris.
Ia juga menjelaskan, apabila pada tahap pertama vaksinasi massal Covid-19, ada tenaga kesehatan yang tertunda melakukan penyuntikan kedua bisa dilakukan penundaan vaksinasi. Namun, Iris menekankan penundaan ini tidak boleh terlalu lama, karena pembentukan antibodi tidak akan optimal.
“Yang paling tepat memang sesuai penelitian, ya bedanya 14 hari supaya antibodinya optimal pada masa pandemi,” tuturnya.
Lanjutnya, klaim bahwa efikasi vaksin Covid-19 buatan Sinovac di Indonesia mencapai 65,3 persen akan dibuktikan dalam beberapa waktu ke depan. Penelitian untuk mencari tahu efektivitas dari vaksin ini akan dilakukan secara bertahap.
“Efektivitas itu bisa kurang dari efikasi, bisa sama atau lebih tinggi. Ya harapan kita minimal sama, tetapi bisa jadi lebih rendah, bisa saja. Kita lihat saja,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa efektivitas vaksin Sinvoac belum bisa dinilai karena baru dimulai pada 13 Januari.
“Efektivitas bisa kita nilai kalau sudah berjalan lama, kelihatan berapa orang yang tertular lagi setelah vaksinasi,” jelasnya.
Iris mengungkapkan waktu yang diperlukan untuk membentuk herd immunity atau kekebalan kelompok tergantung pada ketersediaan vaksin di Indonesia, jumlah orang yang divaksinasi, dan pelaksanaan protokol kesehatan.
“Yang jelas tahun ini belum, saya tidak yakin. Mungkin baru dua tahun terbentuk. Bisa lebih,” pungkasnya. [gi/ft]
[ad_2]
Sumber Berita