[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Awal tahun 2022 Bupati Langkat Terbit Rencana dicokok oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas perkara suap. Tertangkapnya Terbit seolah membuka kotak pandora kejahatan lain yang dia lakukan. Tak lama setelah operasi tangkap tangan KPK, masyarakat dihebohkan dengan kerangkeng manusia di belakang rumah Terbit.
Awal Mula Temuan
Pada 24 Januari 2022 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Migrant Care mengadukan dugaan praktik perbudakan yang dilakukan oleh Terbit Rencana kepada Komnas HAM. Ketua Migrant Care saat itu, Anis Hidayah, menyebut pihaknya mendapatkan sejumlah laporan warga tentang adanya budak di rumah Terbit Rencana pasca adanya OTT KPK. Ia menjelaskan berdasarkan bukti yang lembaganya peroleh, Terbit diketahui mendirikan penjara tersebut berjarak 50 meter dari rumah utamanya.
Anis yang sekarang menjabat salah satu komisioner Komnas HAM itu menyebut Terbit menampung orang-orang di dalam sel itu secara tidak layak. Ia menyebut satu sel bisa diisi puluhan orang. Selain itu, kata dia, mereka dipekerjakan di kebun sawit milik terbit dengan upah yang tidak layak. Mereka yang berada tingga di dalam sel tersebut tidak diperkenankan untuk keluar dan berinteraksi dengan dunia luar. Anis menambahkan berdasarkan laporan warga, kerangkeng itu disebut-sebut sebagai tempat rehabilitasi pecandu warga yang dikelola secara pribadi.
Temuan LPSK
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK menemukan adanya tarif atau iuran yang ditarik kepada para tahanan. Tarifnya beragam dari Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu perbulan. Selain itu, LPSK juga menemukan adanya tarikan biaya bagi kerabat dengan tarif puluhan hingga ratusan ribu rupiah.
Beberapa temuan lain LPSK diantaranya adalah tidak semua tahanan merupakan pecandu narkotik. Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebut dari hasil investigasi, ada beberapa tahanan yang direhabilitasi karena kecanduan berjudi atau menggunakan jasa prostitusi. Selain itu, kata Edwin, tidak ada pembinaan rehabilitasi bagi para tahanan. Para tahanan hanya diperintah untuk bekerja di kebun sawit dengan upah tidak layak sekitar puluhan ribu per minggu.
Temuan LPSK lainnya adalah Terbit memiliki dua buah ruangan sel dengan adanya dugaan sel ketiga. Sel yang berhasil ditemukan oleh LPSK memiliki kondisi yang tidak layak huni. Edwin menjelaskan satu sel dapat dihuni 30-50 orang. Selain itu, antara kakus dan tempat tidur tahan menyatu dalam satu ruangan.
Delapan Tersangka
Kepolisian Daerah Sumatera Utara menetapkan delapan orang tersangka dari kasus kerangkeng tersebut. Delapan orang yang ditetapkan tersebut adalah Terang Ukur Sembiring, Junalista Surbakti, Iskandar Sembiring, Hermanto Sitepu, Razisman Ginting, Hendra Surbakti, Suparman Peranginangin, Terbit Rencana Peranginangin, beserta sang anak Dewa Beranginangin.
Vonis Hakim
Pada 30 November 2022 lalu, Pengadilan Negeri Stabat menggelar persidangan kepada empat terdakwa yaitu Dewa Peranginangin, Hendra Surbakti, Hermanto Sitepu dan Iskandar Sembiring. Ketua LBH Medan Irvan Saputra mengatakan majelis vonis hakim tidak masuk akal. Pasalnya, Ketua Majelis Hakim Halida Rahardini hanya menjatuhkan vonis 1 tahun 7 bulan kepada empat terdakwa tersebut. Parahnya, kata Irfan, majelis hakim menilai tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut vonis hanya tiga tahun bui dinilai terlalu tinggi.
Baca: 8 Temuan Investigasi Kerangkeng Manusia di Langkat, Proses Masuk Korban hingga Disiksa
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.
[ad_2]
Sumber Berita