[ad_1]
JAKARTA,- Menurut data dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan tahun 2017 sebanyak 95,1% anak usia SMP dan SMA telah terpapar pornografi. Sebanyak 4,8% teradiksi ringan dan 0,1% teradiksi berat. Hal tersebut terungkap dari jumlah 6000 responden anak di Jakarta, Yogyakarta dan Aceh.
Menurut Kementerian Kesehatan, adiksi pornografi adalah penyakit dan berdampak negative terhadap perkembangan otak anak. Usaha pencegahan dan mengatasi pornografi perlu dilakukan secara komprehensif di seluruh Indonesia. Pornografi ini di era digital sama bahayanya dengan adiksi gawai pada anak. Di mana anak terlalu banyak bermain game online.
“Akan terjadi popcorn brain yang menggambarkan otak meletup-letup karena terbiasa merespon stimulus kuat dari layar gadget. Pada kondisi ini anak jadi sulit merespons stimulus hidup sehari-hari yang cenderung lamban,” kata Diena Haryana, Pendiri SEJIWA saat webinar Literasi Digital wilayah Jawa Barat Kabupaten Bekasi, Selasa (16/6/2021).
Pornografi diungkapkan Diena sama halnya dengan sifat candu pada NAPSA atau obat-obatan terlarang. Kerusakan orang yang kecanduan pornografi membuat salah satu bagian otak menjadi semakin mengkerut dan hal itu mengakibatkan anak menjadi tidak dapat berkembang. Sekarang ini dengan keberadaan internet, maka pornografi begitu mudah diakses anak. Jika tidak ada pembimbingan dari orang tua maka anak akan mengalami kecanduan dan berakibat pada kerusakan otak anak.
Sementara anak merupakan calon generasi penerus, anak kelak harus menjadi netizen yang cerdas berkarakter dan mampu memanfaatkan teknologi digital dengan baik. Sebagai orang tua pastinya tak ingin anak hanyut di dunia digital. Namun anak harapannya bisa aktif, bertanggung jawab dan memiliki sosial skills yang baik di masyarakat.
Di sinilah peran penting orang tua untuk membimbing anak di tengah pesatnya perkembangan era digital. Orang tua bisa memulainya dengan melakukan gaya komunikasi yang asertif, artinya ada di tengah-tengah tidak pasif namun juga tidak cenderung agresif dengan banyak melarang dan marah-marah.
“Bila orang tua agresif marah-marah, anak malah akan meninggalkan kita dan pergi ke dunia daring,” ujar Diena.
Untuk mencegah anak kecanduan gadget dan terhindar dari pornografi maka orang tua harus menjadi nomor satu di mata anak. Yakni dengan orang tua menerapkan zona bebas gawai untuk anak di rumah, sehingga anak terbiasa berinteraksi dengan anggota keluarganya. Zona benas gawai ini diberlakukan di di ruang makan dan ruang tidur.
“Harus ada ruang bebas gawai, biasakan hadir di meja makan, mengizinkan mereka untuk curhat dan saling menghibur atau selesai makan malam orang tua bisa mengajak anak main game bersama,” tutur Diena lagi.
Orang tua juga diajak untuk hadir dan menjadi contoh terlebih dahulu. Saat di rumah misalnya, ketika bicara memandang wajah mereka. Hal lain yang bisa dilakukan adalah menjadi teman bagi anak, membuat rencana yang asik misalnya masak bareng.
Webinar Literasi Digital wilayah Jawa Barat I, Kabupaten Bekasi kali ini menghadirkan pula nara sumber lainnya seperti Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia Dino Hamid, Penggiat Literasi Digital Maman Suherman, dan Feby Indirani seorang Penulis dan Aktivis Literasi. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
14 kali dilihat, 14 kali dilihat hari ini
[ad_2]
Sumber Berita