Ketikpastian UU ITE, Fahri Hamzah: Hilangkan Pasal Bermasalah

[ad_1]


Telegraf – Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia yang juga mantan Wakil Ketua DPR RI Periode 2014-2019 Fahri Hamzah, mengusulkan tiga skenario untuk mengakhiri ketidakpastian hukum UU ITE yang dinilai bisa berakibat kepada merosotnya indeks demokrasi seperti yang terjadi tahun ini.

Skenario itu adalah, pertama melakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) yang bermasalah, seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga pasal-pasalnya direvisi ulang.

“Kedua, Presiden mem-Perppu kan UU ITE sehingga secara otomatis pasal bermasalah dihilangkan, agar segera ada kepastian hukum,” kata Fahri melalui keterangan tertulisnya yang diterima, Kamis (25/02/2021).

Ia menilai, inisiatif untuk menerbitkan Surat Edaran Kapolri tentang Penerapan UU ITE sangat baik sekali untuk mengakhiri ketidakpastian itu, yang dilakukan kepolisian.

Namun, sebaiknya Polri dibekali dengan UU permanen yang bersumber pada Perppu atau revisi UU lebih permanen, termasuk juga pengesahan KUHP, selain UU ITE.

Sebab, kepolisian bukan pembuat UU karena itu dalam jangka panjang dikuatirkan akan menimbulkan masalah baru. DPR periode sebelumnya, kata Fahri, sebenarnya telah membahas pengesahan KUHP pada tingkat pertama di Badan Legislasi.

Tetapi kemudian pembahasan tingkat dua di rapat paripurna DPR, pengambilan keputusan tidak dilanjutkan karena dianggap pembahasan belum selesai. Masih ada pasal-pasal krusial yang belum disepakati.

Karena itu, skenario ketiga adalah mendesak pemerintah dan DPR untuk segera melakukan pembahasan dan pengesahan RUU KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

“Sebagai criminal constitution atau criminal code satu untuk seterusnya dan selamanya, sehingga ini akan memberikan kepastian hukum yang lebih luas kepada seluruh UU yang mungkin bernuansa penuh ketidakpastian hukum tersebut,” ungkapnya.

Fahri berharap usulan tersebut dapat dipertimbangkan oleh presiden dan DPR selaku pembuat UU atau produk hukum.

“Tinggal perlu penyelesaian dan pengesahaan pada tingkat kedua yang dapat dipercepat menurut ketentuan UU P3 (Pembuatan Perarturan dan Perundangan-undangan). Itu dapat dipercepat apabila pada periode lalu sebuah RUU telah menyelesaikan pembahasan pada tingkat pertama. Dan itu sudah terjad terjadi pada akhir periode DPR 2012-2019 yang lalu,” pungkasnya.


Photo Credit: Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah. AKURAT/Sopian

 

Latest posts by A. Chandra S. (see all)



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version