#  

Nagorno-Karabagh Telah Menjadi Bagian Dari Azerbaijan Sepanjang Sejarah

Serangan Armenia di Kota Ganja, Kota terbesar kedua di Azerbaijan

[ad_1]


Telegrafi – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki peran strategis. Setidaknya dibuktikan dengan fakta jumlah unit usaha yang banyak dan terdapat hampir di setiap sektor ekonomi, menyerap tenaga kerja, berkontribusi terhadap PDB, serta mendongkrak nilai ekspor nonmigas.

Pada 2018 Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pelaku UMKM dan usaha besar sebanyak 64,2 juta. Terdiri atas pelaku usaha mikro 63,4 juta (98,68 persen), pelaku usaha kecil 783.132 (1,22 persen), pelaku usaha menengah 60.702 (0,09 persen), dan pelaku usaha besar 5.550 (0,01 persen).

Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM memberikan kontribusi 97 persen. Sisanya korporasi 3 persen. UMKM menyumbangkan Rp 8.952,8 triliun (60,34 persen) terhadap total PDB nasional Rp 14.837,4 triliun dan memberikan kontribusi Rp 293,84 triliun (14,37 persen) terhadap total ekspor nonmigas Rp 2.044,49 triliun. Sementara investasi di sektor UMKM mencapai Rp 2.564,54 triliun (60,42 persen) dari nilai total Rp 4.244,68 triliun.

Indonesia telah mendapat pelajaran berharga melalui sektor usaha mikro dan kecil. Saat krisis ekonomi 1998 dan 2008, UMKM mampu bertahan ketika banyak perusahaan besar bangkrut dan melakukan PHK secara besar-besaran. Negara lain juga membuktikan bahwa usaha mikro-kecil mampu mewujudkan pemerataan pendapatan.

Namun, di tengah kontribusinya yang besar, UMKM masih menghadapi tantangan yang kompleks. Misalnya produksi yang tidak efisien, manajemen usaha yang lemah, kualitas SDM yang buruk, dan terbatasnya akses ke lembaga keuangan, khususnya perbankan.

UMKM di Era Pandemi

Pemberlakuan PSBB dan protokol kesehatan penanganan Covid-19 yang membatasi aktivitas fisik menurunkan kinerja UMKM. Sebab, 87 persen UMKM masih berproses secara offline. Yang sudah terhubung dengan ekosistem digital hanya 13 persen atau sekitar 8 juta.

Survei kajian cepat dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja UMKM Indonesia yang dilaksanakan LIPI terhadap 679 responden pada 1–20 Mei 2020 menyebutkan, 94,69 persen usaha dan bisnis mengalami penurunan penjualan. Berdasar skala usaha, penurunan penjualan lebih dari 75 persen dialami 49,01 persen usaha ultramikro; 43,3 persen usaha mikro; 40 persen usaha kecil; dan 45,83 persen usaha menengah. Berdasar metode penjualan, penurunan penjualan lebih dari 75 persen dialami 47,44 persen usaha penjualan offline/fisik; 40,17 persen usaha penjualan online; dan 39,41 persen usaha dengan metode penjualan offline sekaligus online.

Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam laporan terbarunya pada Rabu (28/10) menyebutkan, permintaan produk maupun jasa UMKM menurun sejak awal pandemi. Hal itu mengakibatkan adanya PHK, pengurangan kinerja usaha, dan tekanan terhadap prospek UMKM. Dalam survei pada Mei 2020, ADB menyebutkan, 88 persen pelaku usaha mikro di Indonesia dilaporkan tidak memiliki tabungan dan kehabisan uang di masa pandemi.

Saat pandemi, pemerintah menempuh sejumlah kebijakan seperti pemberian stimulus pembiayaan UMKM Rp 123,47 triliun yang masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Stimulus tersebut untuk restrukturisasi utang, subsidi bunga, dan subsidi pajak serta pinjaman dengan bunga rendah. Pemerintah juga memperluas pembiayaan UMKM senilai Rp 28 triliun melalui program bantuan pelaku usaha mikro (BPUM), Rp 2,4 juta kepada 12 juta usaha mikro yang tidak sedang menerima kredit perbankan. Program tersebut sudah berjalan dan diharapkan bisa terealisasi seluruhnya hingga akhir Desember 2020.

Kebijakan Memihak UMKM

Dalam praktiknya, pelaku usaha mikro-kecil umumnya mengerjakan seluruh proses produksi, pembiayaan, dan pemasarannya secara sendiri sehingga daya saing rendah dan tidak efisien. Akibatnya, mereka sulit berkembang dan naik kelas.

Ada lima upaya untuk mewujudkan UMKM sebagai fondasi perekonomian. Pertama, terhadap permasalahan permodalan dan pembiayaan, diperlukan peran otoritas moneter dan sektor perbankan dalam membuat kebijakan khusus kredit serta suku bunga pinjaman yang realistis bagi UMKM. Selama ini suku bunga pinjaman UMKM relatif tinggi. Ke depan, pilihan kebijakan yang tepat adalah suku bunga rendah untuk UMKM. Upaya lain bisa ditempuh dengan mendorong UMKM menjadi bankable. Skema penjaminan kredit dari perusahaan penjamin kredit menjadi alternatif solusi kredit untuk usaha mikro-kecil agar risiko bank menjadi berkurang karena lending rate dapat diturunkan.

Kedua, dalam mengatasi masalah bahan baku, pemerintah bisa memfasilitasi pembentukan koperasi pengadaan bahan baku. Sumber pendanaannya dari pinjaman pemerintah dengan suku bunga realistis. UMKM juga perlu didorong untuk memproduksi alternatif bahan baku impor dari komponen lokal.

Ketiga, terhadap produktivitas UMKM yang rendah dan kesulitan dalam pengembangan produk, pemerintah perlu memfasilitasi pelatihan dan pendampingan manajemen UMKM. Keterampilan dan keahlian pelaku UMKM harus terus ditingkatkan mengingat tantangan usaha yang kian kompleks.

Keempat, pemerintah mendorong dan mewajibkan BUMN, kementerian/lembaga negara, dan kalangan swasta berperan sebagai offtaker dari produk UMKM.

Kelima, kanal pemasaran produk UMKM harus diperluas, tak hanya berorientasi lokal domestik, tapi juga membuka pasar ekspor. Penjualan produk UMKM juga harus dimasukkan ke dalam platform digital, menjalin kerja sama dengan market place.

Kisah sukses pengembangan UMKM juga perlu dijadikan referensi. Di Jawa Timur, gabungan kelompok tani (gapoktan) dengan luas lahan 200–300 hektare membentuk koperasi tani dan mendapatkan pinjaman Rp 500 juta, dengan tarif bunga 6 persen dan masa pengembalian pinjaman (tenor) lima tahun. Dana itu dialokasikan Rp 182 juta untuk mesin dryer, Rp 110 juta untuk mesin giling packaging hampa/rice milling unit (RMU), dan sisanya untuk alat-alat pertanian lainnya seperti traktor dan pompa air.

Upaya itu berhasil memberikan nilai tambah 53,4 persen karena petani mampu menjual beras kualitas premium dari sebelumnya hanya mampu menjual gabah kering panen. Skema tersebut menjadikan petani sebagai produsen sekaligus konsumen. Upaya dan kebijakan memihak UMKM akan makin kuat dan mendapat dukungan luas jika pemerintah dan pemerintah daerah mampu menerapkannya lewat terobosan-terobosan yang inovatif.


Oleh : Soekarwo, Anggota Dewan Pertimbangan Presiden RI


 



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version