#  

Pemerintah dan OPD Satu Frekuensi Perjuangkan Disabilitas

[ad_1]

Diskusi interaktif KSIxChange#30 menjadi salah satu wadah bertemu dengan sejumlah organisasi penyandang disabilitas (OPD) untuk berkomunikasi dan menyatukan frekuensi pemahaman.

“Saya pikir diskusi ini merupakan momen luar biasa dalam merayakan Hari Disabilitas Internasional (yang jatuh pada 3 Desember) di tengah situasi pandemi. Kita perlu memanfaatkannya dalam mencari dan membicarakan strategi ke depan untuk pembangunan yang lebih inklusif,” ujar Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati  saat membuka diskusi, Rabu, 2 Desember 2020.

Strategi yang jitu semakin diperlukan karena penyandang disabilitas terdampak oleh pandemi Covid-19.  Dari kajian Bappenas, ditemukan bahwa pendapatan penyandang disabilitas yang bekerja menurun sebesar 50-80 persen. “Kita bisa lihat bahwa pandemi mengakibatkan kerentanan semua penduduk Indonesia. Ke depan, kita membutuhkan strategi bertahan lebih kuat, mulai dari lingkungan rumah tangga, dan di lingkungan kebijakan,” katanya.

Namun, kebijakan yang dibuat pemerintah dalam bentuk regulasi beserta turunannya, terkadang tak sesuai harapan OPD yang berhubungan langsung dengan para penyandang disabilitas. Memang komunikasi antara pemerintah dan organisasi masyarakat belum berada pada frekuensi yang sama, sehingga dibutuhkan waktu dan diskusi sebagai upaya berkelanjutan dalam perlindungan penyandang disabilitas.

Maulani A Rotinsulu dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) menangapi ketidaksepahaman tersebut dalam hal penerbitan peraturan yang melenceng dari kesepakatan semula. “Ada beberapa kebijakan turunan undang-undang, saat dirancang, teks dan konteks sudah selaras dan disepakati, tetapi saat muncul jadi produknya berbeda tanpa pemberitahun kepada masyarakat atau penyandang disabilitas,” kata dia.

Maulani semakin heran karena pemerintah sebenarnya sudah membuka ruang bagi OPD untuk berpartisipasi sejak perencanaan regulasi, pelaksanaan, sampai pemantauan atau evaluasi. “Realitasnya, ada hal-hal yang belum sesuai prinsip yang disepakati,” ujarnya.

Sedangkan Nuning Suryaningsih, Ketua Center for Improving Qualified Activity in Life of People with Disabilities (CIQAL) melihat pemangku kebijakan belum memahami kepentingan penyandang disabilitas.

“Azas pemilu tentang memilih langsung tanpa perantara saja belum dimaknai penuh, berarti pemaknaan pemilu masih parsial. Dulu pada pemilu 2004 di Yogyakarta jadi pilot project sehingga kebutuhan penyandang disabilitas dipenuhi. Namun, sekarang bagaimana, apakah teman-teman OPD dilibatkan? Padahal mereka yang tahu peta dan kebutuhan daerahnya,” kata Nuning.

Sementara itu, penyandang disabilitas mental dampingan YAKKUM (Yayasan Kristen untuk Kesejahteraan Umum), Desty Endah Nurmalasari, menuturkan sebagai ODDP (Orang Dengan Disabilitas Psikososial)  dia terkendala mencari pekerjaan. “Dulu saat dibuka lowongan untuk CPNS saya ingin melamar melalui jalur untuk disabilitas, tetapi kuotanya sangat kecil sekitar satu persen saja,” ujarnya.

Berbagai permasalahan yang dialami penyandang disabilitas dan kendala yang dihadapi OPD terkait regulasi pemerintah dapat mencontoh negara bagian Australia, New South Wales. Di sana, OPD dilibatkan dalam menentukan arah kebijakan. OPD juga mendapat bantuan finansial dari pemerintah untuk membantu para disabilitas. “Teman-teman OPD di sana diberi ruang seluas-luasnya dan sumber daya yang dibutuhkan,” kata Litbang Bappeda Kota Padang, Antoni Tsaputra,.

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Sosial, saat ini tengah merancang Komisi Nasional Disabilitas (KND) yang diharapkan menjadi jalan keluar berbagai permasalahan yang dialami penyandang disabilitas.

Penyatuan frekuensi antara pemerintah dan OPD atau penyandang disabilitas dapat dicapai lebih baik jika sering berkomunikasi. “Kalau bisa kita ketemu terus-menerus, walau hanya satu jam tapi rutin, bisa mencapai titik temu. Ini penting karena peran OPD sangat besar membantu disabilitas,” kata Vivi.

Diskusi interaktif KSIxChange#30 yang bertajuk “Peran Organisasi Penyandang Disabilitas (OPD) dalam Pembangunan Pasca Covid-19”, merupakan salah satu dari rangkaian diskusi reguler yang diinisiasi Knowledge Sector Initiative (KSI), sebuh kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia yang didanai oleh Departemen Luar Negeri dan Perdagangan (DFAT) Australia bekerjasama dengan Bappenas.

KSI bertujuan mengatasi berbagai kendala mendasar yang menghambat sektor pengetahuan di Indonesia, baik dari sisi penyediaan maupun penggunaan bukti berkualitas dalam penyusunan kebijakan.



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version