Pengamat: Investasi Alutsista Rp 1.750 Triliun Tak Perlu Dipermasalahkan

[ad_1]

INFO NASIONAL – Wacana rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) sebesar Rp. 1.750 triliun menuai polemik. Beberapa kalangan menilai anggaran yang perlu tersedia terlalu fantastis terlebih di situasi pandemi Covid-19. Selain itu, penggunaan skema pinjaman luar negeri untuk program jangka waktu 25 tahun tersebut dianggap memberatkan.

Padahal, kebutuhan alutsista untuk penguatan pertahanan nasional sangat diperlukan. Alasannya, alutsista yang tersedia saat ini kondisinya cukup memprihatinkan untuk bisa menjangkau seluruh wilayah Indonesia dan menghadapi perkembangan dunia siber maupun teknologi.

Pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati menilai jumlah anggaran yang diwacanakan tersebut tidak perlu dipermasalahkan. Sebab, angka yang kini menjadi perdebatan publik sebatas rencana strategis (renstra) yang melibatkan Pemerintah dan DPR.

“Angka sebesar Rp 1.750 triliun itu kan renstra,jadi sah saja besarannya ditulis sebesar apapun. Pada akhirnya angka yang didapat tentu usai dibahas bersama KomisiI DPR,” ujarnya.

Susaningtyas menggambarkan anggaran pertahanan di semua negara memang besar dan selalu merasa kurang untuk melengkapi sistem pertahanannya, termasuk Amerika Serikat. Sebab itu, dia mengajak semua pihak untuk mencermati rencana pengadaan alutsista tersebut.

“Kita jangan kebakaran jenggot dululah melihat angka sebesar itu. Memang saat ini harus disesuaikan dengan prioritas negara menghadapi Covid-19, tetapi kita juga jangan lupa memperkuat diri di bidang pertahanan keamanan,” ujarnya.

Dalam perjalanannya, program pembenahan alutsista terbagi dua, yakni sebelum dan setelah Minimum Essential Force (MEF) berjalan. Sebelum pemberlakuan MEF, fokus pemerintah adalah mempertahankan life cycle alutsista agar dapat terus digunakan sesuai pasokan rantai logistik dan keahlian prajurit.

“Sedangkan alutsista yang pengadaannya setelah MEF berlaku, maka pembenahannya diutamakan untuk interoperability dan communability,” kata Susanigtyas. Kedua prinsip tersebut merujuk pada penggunaan alutsista secara terintegrasi dan komunal bagi tiap matra TNI, atau optimalisasi alutsista.

Langkah-langkah pembenahan alutsista yang terintegrasi, pembinaan kompetensi, dan kapasitas tempur prajurit sesuai alutsista baru, akan berujung pada pembenahan organisasi TNI. “Organisasi TNI dapat dibenahi agar benar-benar kondisi siap siaga tempur,” ujarnya.

Peraih gelar doctor komunikasi intelijen ini menekankan pentingnya menjadikan TNI sebagai organisasi tempur yang permanen dan dapat digunakan baik di masa damai maupun situasi perang. “Pembenahan organisasi TNI adalah konsekuensi logis dari pembenahan alutsista TNI,” katanya.(*)



[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *