[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyatakan kasus narkoba seberat 2,5 ton dikendalikan dari lembaga pemasyarakatan (Lapas).
“Di mana ada tersangka atas inisial KMK, AW, AG, A, MI, dan AL yang merupakan terpidana di lapas dengan hukuman di atas 10 tahun dan hukuman mati,” kata Sigit saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu, 28 April 2021.
Polri mengungkap kasus peredaran narkoba jenis sabu seberat 2,5 ton dari jaringan internasional, setelah bekerja sama dengan Ditjen Bea dan cukai Kementerian Keuangan, Drug Enforcement Administration (DEA) dan Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham.
Sebanyak 18 tersangka yang ditangkap, 17 orang merupakan warga negara Indonesia dan satu warga Nigeria. Satu tersangka WNI dilakukan penembakan.
Tujuh tersangka merupakan jaringan pengendali, delapan orang sebagai jaringan transporter dan tiga orang sebagai jaringan pemesan.
“Mereka masih menjadi pengendali jaringan narkoba internasional,” ungkap Listyo.
Kata Listyo, barang bukti narkotika itu jika dirupiahkan sebesar Rp 1,2 triliun. Barang bukti itu dapat merusak sebanyak 10,1 juta jiwa masyarakat Indonesia.
Beberapa waktu lalu, anggota Komisi III DPR RI Santoso meminta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly untuk tegas menindak para bandar yang mengendalikan peredaran narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
“Di tahun 2021 harus lebih maksimal dilakukan. Bukan rahasia umum bahwa para bandar setelah ditangkap, lebih nyaman dan bahkan lebih leluasa mengendalikan narkoba dibandingkan saat mereka di luar lapas,” kata Santoso saat rapat kerja dengan Menkumham, di Jakarta.
Santoso mencontohkan di lingkungan tempat tinggalnya, terdapat seorang bandar kecil narkoba. Sebelum ditangkap penegak hukum, bandar itu hanya tinggal di rumah kontrakan. Namun, pada saat ditahan di lapas, bandar itu mampu membeli rumah tempat tinggal.
ANTARA
Baca juga: Kapolri Ungkap Penyelundupan Sabu 2,5 Ton Jaringan Internasional
[ad_2]
Sumber Berita