Sudah Waktunya Pertamina Sesuaikan Harga BBM Non Subsidi – Polripresisi.com – POLRI PRESISI

Sudah Waktunya Pertamina Sesuaikan Harga BBM Non Subsidi – Polripresisi.com

[ad_1]

Jakarta, Polripresisi.com – Direktur Panas Bumi, Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Haris Yahya mengatakan, saat ini Pemerintah tengah menyiapkan sejumlah dukungan bagi pengembang Energi Baru dan Terbarukan (EBT) panas bumi atau geothermal,  sebagai bagian dari upaya peningkatan bauran EBT 23 persen pada 2024 mendatang.

Menurut dia, permasalahan utama dari pengembangan energi panas bumi di Indonesia adalah harga beli listrik oleh PLN yang dianggap masih rendah dan dibawah nilai keekonomian. Sedangkan untuk pengembangan geothermal, diperlukan biaya yang cukup mahal, sehingga ongkos produksinya relatif tinggi ketimbang PLTU atau PLTA.

“Target itu (bauran EBT) bisa tercapai apabila harga listrik di PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) dapat bersaing dengan pembangkit lainnya. Untuk itu pemerintah melakukan peninjauan ulang (Deregulasi) harga listrik PLTP,” kata Haris dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Ruangenergi.com, Kamis (06/5/2021).

Deregulasi soal harga listrik PLTP itu, kata dia, sudah masuk tahap akhir yaitu sudah berada di Kantor Sekretariat Negara (Setneg) sebelum nantinya ditandatangani Presiden dan diproses di Kemenkum HAM sebelum diterbitkan. “Tinggal perancangan Peraturan Presiden (Perpres) nya,” ujar Haris.

Selain itu, lanjut Haris, Ditjen EBTKE juga mendorong para pengembang PLTP untuk melakukan ekspansi dengan melakukan eksplorasi pada Wilayah Kerja Panas Bumi eksisting.

“Selain deregulasi harga, juga dilakukan pengeboran eksplorasi oleh pemerintah, sehingga nantinya diharapka. Dapat menurunkan resiko eksplorasi dan meningkatkan keekonomian dari PLTP,” tukasnya.

Selain program tersebut, pemerintah juga memberikan insentif lain berupa fasilitas pengurangan pajak penghasilan berupa tax alowence atau tax holiday, fasilitas bea masuk dan pajak dalam rangka impor,  bea masuk PPn dan PPnBM, serta PPh atas impor, hingga pembebasan Pajak Bumi dan Banginan (PBB) pada tahap eksplorasi.

“Pemerintah juga mendorong kemudahan berinvestasi dengan kepemilikan asing dalam pengusahaan panas bumi,” katanya.

Sebagaimana diketahui, dalam rancangan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pengembangan PLTP yang semula ditargetkan dapat mencapai 9.300 megawatt (MW) pada 2030, kemudian dimundurkan menjadi 2035. Hal itu akan dituangkan di dalam rancangan Grand Strategi Energi Nasional (GSEN).

Menurutnya, pertumbuhan permintaan listrik mengalami koreksi hingga -2,4 persen akibat pandemi Covid-19. Bahkan kondisi kelistrikan nasional saat ini mengalami oversupply. Di sisi lain, penambahan kapasitas PLTP juga terbatas karena masih adanya kontrak pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang sudah berjalan untuk kurun waktu 2025-2026.

“Dalam implementasinya ternyata banyak pengaruh, terutama karena pengaruh demand. Pertumbuhan demand yang tidak sesuai dengan ekspektasi kami di awal sehingga di GSEN target 9.300 MW kami mundurkan di 2035,” ujar Harris.

Harris mengungkap, hingga saat ini kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 2.130,7 MW dari potensi sumber daya panas bumi sebesar 23.765,5 MW.

Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan berbagai bentuk dukungan, salah satunya melalui government drilling. Kementerian ESDM akan melakukan pengeboran eksplorasi panas bumi pada 20 wilayah kerja panas bumi sampai dengan 2024 untuk rencana pengembangan 683 MW.

“Ada program baru government drilling di mana pemerintah ambil sebagian risiko pengembangan panas bumi terhadap eksplorasi sebelum nanti penawaran WKP ke badan usaha atau BUMN, risiko yang ada dalam proyek sudah bisa direduksi minimal 1-2 persen,” tutup Harris. (s)

[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version