Turunkan Prevalensi Perokok Anak, Budi Gunadi Usul Ada Gerakan Sosial

[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, upaya menurunkan prevalensi perokok anak tidak hanya diselesaikan dengan regulasi. Upaya menurunkan prevalensi merokok anak, kata dia, paling efektif diselesaikan melalui gerakan sosial. 

“Apakah tidak boleh menakut-nakuti, atau menutup akses penggunaan? Memang secara historically, tidak cukup, buktinya sudah ada regulasi, angka kecanduan merokok terus jalan,” katanya saat menjadi pembicara kunci di peluncuran Kampanya Berhenti Merokok yang digelar Asosiasi Dinas Kesehatan seluruh Indonesia secara webinar, Selasa, 1 Juni 2021.

Saat ini, angka prevalensi perokok anak terus meningkat. Pada 2019, angka prevalensi merokok anak sebanyak 9,1 persen. Ini jauh melebihi target Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 yang mematok 5,4 persen angka prevalensi perokok anak. Angka inipun, diakui Budi Gunadi amat mengagetkannya.  “Saya terkejut di anak-anak muda Indonesia yang tinggi sekali prevalensi perokok,” ucapnya.

Menurut dia, pendekatan gerakan sosial itu paling efektik lantaran menyentuh hati. “Ada satu yang mesti dilihat bagaimana mengubah program ini, yang dulunya milik pemerintah, WHO, UNION, menjadi satu gerakan, menjadi satu movement, yang dimiliki oleh satu masyarakat, terutama anak-anak muda Indonesia,” ujarnya.

Ia mencontohkan bagaimana menangani pandemi dibutuhkan perubahan perilaku. Misalnya, pandemi Black Death di Eropa pada abad 14 yang membunuh ratusan juta jiwa. Saat itu, ada perubahan perilaku di masyarakat saat itu untuk lebih menjaga kebersihan badan.

“Jadi ada perubahan signifikan dari perubahan perilaku manusia karena ada tututan prokes. Ini bisa jadi inspirasi kita semua bagaimana mengubah budaya manusia dengan membuat kegiatan sifatnya promotif, kognitif atau persuasif,” tuturnya.

Budi selanjutnya membandingkan seseorang yang mengalami kecanduan obat-obatan. “Semua tahu tidak sehat, tapi peningkatan pemakainya meningkat terus. Dibandingkan rokok, hukumannya lebih keras tapi ya angka konsumsinya tetap jalan terus,” ucapnya. Ia menuturkan bagaimana pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang bisa efektif mengurangi prevalensi merokok atau prevalensi obat dengan mengubah perilaku.

Menurut dia, selama lima bulan menjadi menteri kesehatan, ia mengamati dan mempertimbangkan kebijakan yang tidak bersifat fisik tapi bisa menggerakkan hati. “Bukan hanya menjelaskan   bahwa ini buruk tapi bisa menggerakkan hati banyak orang bahwa hal ini tidak seharusnya dilakukan,” kata dia.

Pendekatan melalui gerakan sosial ini, menurut Budi, menjadi jauh lebih penting dibandingkan pendekatan program sentralisasi. “Bagaimana kita bisa menciptakan pahlawan-pahlawan antirokok muda di seluruh tataran anak muda,” katanya.

Sayangnya, saat ditagih revisi PP 109 tahun 2012 yang mengatur tentang pengendalian konsumsi rokok, Budi menyatakan regulasi dari pemerintah bukan satu-satunya jalan. “Ada cara lain yang harus kita tinjau. Mungkin makin kita buat aturan makin melawan. Perlu ada pendekatan psikologi massa,” katanya.

Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Yusharto Kuntoyuno menuturkan, sesuai RPJMN, pemerintah menargetkan 374 kabupaten/kota sudah harus menerapkan KTR pada 2021 dan sebanyak 424 kabupaten/kota setahun sesudahnya.

Selain itu, pemerintah juga mematok target pada 2022, ada 175 kabupaten yang memiliki layanan berhenti merokok, minimal 40 persen dari jumlah puskesmas yang ada. Menurut dia, pemerintah sudah menargetkan turunnya prevalensi perokok anak dari dari 9,1 pada 2019 turun menjadi 8,7 di 2024. “Ini sudah menjadi indikator yang disepakati Kementerian Dalam  Negeri dalam rapat koordinasi teknis perencanaan pembangunan pada tahun ini,” ujarnya.

Menurut dia, jika target pelaksanaan KTR dan layanan berhenti merokok, serta turunnya prevalensi perokok anak tidak tercapai, ini menjadi indikator kementerian untuk menilai performa pemerintah daerah. “Untuk daerah yang tidak tercapai target, kami akan melakukan pembinaan dan pengawasan,” kata dia.

Baca: Darurat Perokok Anak, Aliansi Masyarakat Sipil Desak Revisi PP Produk Tembakau



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version