[ad_1]
JAKARTA,– Pandemi Covid-19 telah memaksa masyarakat dunia dan Indonesia mengadaptasi gaya hidup baru yang mengandalkan teknologi internet. Di balik itu, pandemi ikut membuka kesempatan luas untuk melakukan transformasi digital secara besar-besaran.
Presiden Joko Widodo saat meluncurkan Gerakan Literasi Digital mengungkapkan pemerintah menargetkan pada akhir tahun 2022, sebanyak 12.548 desa, kelurahan akan terjangkau sinyal. Percepatan dilakukan 10 tahun lebih maju dari rencana sebelumnya yang selesai pada tahun 2032.
“Infrastruktur digital tidak berdiri sendiri, ketika jaringan internet tersedia harus diikuti kesiapan penggunanya agar manfaat positif internet dapat dimanfaatkan masyarakat lebih kreatif dan produktif,” tutur Jokowi.
Mendasari hal itu, Kementerian Komunikasi dan Informatik bekerja sama dengan Siberkreasi menggelar acara webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat pada Rabu, (9/6/2021).
Di webinar kali ini, salah satu nara sumber yang hadir yaitu Febi Indriani, penulis sekaligus seorang aktivis literasi yang membagikan wawasan tentang perubahan interaksi sosial di dunia digital.
Budaya digital diartikan sebuah konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk cara kita berinteraksi sebagai manusia. Yaitu cara berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi dalam masyarakat. Topik yang sering diperbincangkan dalam konteks budaya digital di antaranya media sosial, digital media, big data, bisnis online dan lain sebagainya. Semua topik tersebut bila dikerucutkan menjadi satu tema besar yaitu hubungan antara manusia dan teknologi.
Data Social-Hootsuite pada Januari 2021 menunjukan pengguna internet di Indonesia tumbuh 15,5% atau sebesar 27 juta orang selama pandemi. Sementara pengguna media sosial aktif ikut tumbuh 6,3% atau 10 juta orang. “Lebih dari 8 jam hidup kita warga Indonesia berinternet jadi memang budaya digital sudah jadi bagian hidup kita. Tapi bagaimana budaya digital kita pasca pandemi?”ujar Febi.
Dia melanjutkan, komunikasi melalui platform digital terjadi langsung, meski terintermediasi. Bahkan tiap orang bisa turut memengaruhi hari orang lain, walaupun tidak kenal. Berbeda dengan komunikasi langsung, komunikasi digital dilakukan dengan huruf, emoji, gambar, foro, grafik, music dan jenis lainnya. Karena itu pastikan bahwa setiap orang berhati-hati untuk menggunakannya dengan tepat.
“Jadikan interaksi sosial melalui platform digital mempermudah kita memberikan apresiasi kepada pihak lain yang menurut kita telah menyumbang hal positif,” kata Febi lagi.
Namun ada banyak hal yang mesti diwaspadai hal-hal yang mungkin saja justru merugikan. Misalnya justru memfasilitasi perilaku clickbaik karena cari perhatian, serta anonimitas interaksi digital yang bisa mengarah pada mentalitas yang buruk, serta kecemasan yang muncul akibat sosial media.
Menyikapi hal ini tentunya sebagai bangsa yang berbudaya harus bisa lebih kritis di dunia digital. Seperti tidak begitu langsung percaya pada informasi yang ada, serta menjaga sikap dengan berkata-kata santun, tidak memaki, maupun provokasi saat menyampaikan kritik. Sebab bahayanya rekam digital itu nyata dan perlu berhati-hati.
Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat kali ini menghadirkan pula nara sumber lainnya seperti Klemes Rahardja, Founder The Enterpreneurs Society dan Said Hasibuan, Relawan TIK. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
39 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini
[ad_2]
Sumber Berita