Apapun Tuntutan Jaksa, Hakim Dapat Memutus Penyalah Guna Menjalani Rehabilitasi

TEMPO —  Di bawah sinar matahari yang merayap perlahan melalui jendela tinggi ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara, sidang perkara narkotika menjadi perhatian.

Sidang dimulai jam 14.00 WIB, dengan terdakwa Kombes Pol Yulius Bambang Karyanto.

Dalam ruangan itu, tampak hakim Ketua Yuli Sintesa Tristania SH MH, bersama dua hakim anggota dan Jaksa Penuntut Umum Setyo Adhi Wicaksono.

Untuk diketahui, terdakwa Yulius Bambang Karyanto adalah Pejabat Polri, bertugas di Mabes Polri sebelum ditangkap oleh penyidik Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya.

Kombes Yulius Bambang Karyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana narkotika dengan barang bukti sabu sejumlah 0, 759 gram, alat penghisap berupa botol dan pipa serta korek api.

Masalahnya Kombes Yulius Bambang Karyanto didakwa melanggar pasal 114 ayat (1) juncto pasal 55 ayat 1 KUHP subsider pasal 112 ayat (1) juncto pasal 55 ayat (1) KUHP subsider pasal 116 ayat (1) juncto pasal 55 KUHP UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika sebagai pengedar narkotika.

Mestinya pelaku kejahatan narkotika dengan BB berjumlah terbatas, tujuannya untuk dikonsumsi dakwaannya berdasarkan pasal tunggal yaitu pasal 127/1.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh tim pengacara dan jaksa menjadi tautan perdebatan yang hangat. Apakah tuntutan jaksa benar-benar sesuai dengan unsur perbuatan kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa? Sebuah pertanyaan yang mengandung makna yang dalam.

Mantan Kepala BNN, Anang Iskandar tampil sebagai saksi ahli memberikan jawaban dari pertanyaan.

Ahli hukum narkotika dari Universitas Trisakti itu mencoba memberikan pencerahan di tengah kerumunan fakta hukum yang kompleks. Kalau mengacu pada ketentuan KUHAP maka terdakwa tersebut dapat diputus bebas.

Jika seorang terdakwa, dituntut pasal yang tidak sesuai dengan unsur perbuatan kesalahan yang dilakukan oleh seorang terdakwa. “Poinnya, apapun tuntutan jaksa, hakim dapat memutus penyalah guna menjalani rehabilitasi,” ujar Anang Iskandar.

Menurutnya, jika mengacu pada ketentuan KUHAP, terdakwa seharusnya dapat diputus bebas. Namun, ternyata UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika memiliki peran yang sangat krusial dalam perkara ini.

Anang memberi pencerahan bahwa Pasal 127/2 dalam UU tersebut menyatakan bahwa hakim wajib memperhatikan pasal 54, pasal 55, dan menggunakan kewenangan berdasarkan pasal 103.

Artinya, hakim memiliki kewenangan untuk memutuskan apakah terdakwa harus menjalani rehabilitasi jika terbukti bersalah atau menetapkan rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Masih kata Anang, apapun tuntutan dari Jaksa, hakim memiliki tanggung jawab untuk memeriksa dengan cermat kasus penyalahgunaan narkotika ini dan membuat keputusan yang adil.

Ini berkaitan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika, pasal 127/2 hakim wajib memperhatikan pasal 54, pasal 55 dan menggunakan kewenangan berdasarkan pasal 103, yaitu kewenangan dapat memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi jika terbukti bersalah.

Atau menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi jika tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika.

Maknanya, apapun tuntutan Jaksa, hakim dalam memeriksa perkara penyalahgunaan narkotika wajib memutus penyalah guna menjalani rehabilitasi.

Anang juga menjelaskan bahwa UU no 35 tentang narkotika mengatur solusi masalah narkotika, secara preventif dengan mewajibkan penyalah guna secara sukarela “mau” melaporkan diri ke IPWL untuk mendapatkan layanan rehabilitasi seraya menggugurkan status pidananya (prevention without punismen); dan

Secara represif, terhadap penyalah guna yang “tidak mau” melaporkan diri secara sukarela, dapat ditangkap, disidik, dituntut dan didakwa serta diadili secara restorative justice (pasal 127/2) dengan hukuman pengganti berupa menjalami rehabilitasi atas keputusan atau penetapan hakim (pasal 103/2).

Terhadap pengedar dilakukan penegakan hukum secara simultan dilakukan perampasan aset hasil kejahatannya dengan pembuktiaan terbalik dipengadilan (pasal 98).

Poin menariknya, rehabilitasi penyalahgunanya, penjarakan pengedarnya.  Salam anti penyalahgunaan narkotika.

Anang Iskandar, Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia (BNN RI) pada periode 2012-2015

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *