[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta – Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mendorong wartawan menelusuri dan menginvestigasi kasus kematian laskar FPI dalam insiden di KM 50 jalan tol Jakarta -Cikampek, yang terjadi Senin, 7 Desember 2020. Hal ini diungkapkan untuk mengurangi keraguan wartawan dalam mengungkap kebenaran, terkait kasus bentrokan antara aparat Polri dan laskar FPI.
“Pernyataan ini perlu untuk mengurangi keraguan wartawan dan media dalam melakukan investigasi terhadap peristiwa tol Cikampek,” ujar Ketua DK PWI Ilham Bintang, dalam keterangan tertulis, Selasa, 8 Desember 2020.
Pernyataan itu menjadi keputusan rapat daring DK PWI. Selain dihadiri Ilham Bintang, rapat juga dihadiri Sekretaris Sasongko Tedjo, anggota Tri Agung, Raja Pane, Asro Kamal Rokan dan Nasihin Masha. Dua anggota lainnya, Karni Ilyas dan Rosianna Silalahi berhalangan hadir.
Dewan Kehormatan PWI Pusat menegaskan langkah wartawan untuk mengungkapkan kasus di tol Cikampek bukan untuk mencari siapa salah dan siapa benar, melainkan untuk menjalankan fungsi pers yang sesungguhnya. Hal ini, kata mereka, sesuai Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Wartawan Indonesia.
“Semangat kita menjaga kemerdekaan pers, menaati kode etik dan kode perilaku wartawan,” kata Asro Kamal Rokan.
Mereka juga mengingatkan, sesuai dengan Pasal 1 Kode Etik Wartawan Indonesia, wartawan Indonesia agar bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Wartawan Indonesia juga harus menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik (pasal 2). Selain itu, pada pasal 3 dan 4 ditegaskan, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Insiden yang menewaskan enam anggota FPI itu memiliki dua versi kronologis yang berbeda antara pihak kepolisian dengan pihak FPI. Dalam hal ini, Dewan Kehormatan PWI Pusat mendorong wartawan Indonesia untuk dapat mewujudkan keterbukaan informasi, sehingga duduk perkara kasus itu terungkap.
Raja Parlindungan Pane pun menambahkan, pers harus objektif dan menjunjung tinggi cover both side dan menyampaikan fakta yang terjadi. Pers jangan sampai partisan dan akhirnya PWI terkena imbasnya.
Nasihin Masha menambahkan jurnalis harus menjunjung fakta yang ditemukannya, bukan sekadar mengikuti pendapat narasumber. Oleh karena itu, untuk mampu mengungkapkan fakta terkait kasus di tol Cikampek yang sesungguhnya, tak bisa lain, wartawan harus turun ke lapangan.
[ad_2]
Sumber Berita