Pencarian Udara Korban Kecelakaan Sriwijaya Air Diperluas

[ad_1]

Pencarian udara untuk para korban dan puing-puing dari pesawat Sriwijaya Air yang mengalami peristiwa naas akhir pekan lalu diperluas, Kamis (14/1), sementara para penyelam terus menyisir dasar laut yang dipenuhi puing-puing pesawat untuk mencari perekam suara kokpit dari pesawat jet itu.

Pesawat Boeing 737-500 itu dinyatakan hilang, Sabtu lalu, beberapa menit setelah lepas landas dari Jakarta dengan 62 orang di dalamnya. Kotak hitam yang berisi data penerbangan (FDR) ditemukan pada Selasa, dan tim SAR juga menemukan beberapa pecahan pesawat dan potongan jasad manusia di Laut Jawa.

Pencarian udara sedang diperluas ke daerah pesisir dari rangkaian Pulau Seribu “karena puing-puing pesawat dan korban dapat terbawa arus laut,” kata Rasman, koordinator tim SAR untuk Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas).

Sejumlah pejabat Angkatan Laut mengatakan, kedua kotak hitam itu terkubur dalam lumpur di dasar laut di bawah berton-ton puing-puing pesawat di antara Pulau Lancang dan Pulau Laki di Kepulauan Seribu. Setidaknya 268 penyelam dikerahkan pada hari Kamis (14/1), hampir dua kali lipat dari jumlah sebelumnya.

Tim penyelamat bertambah menjadi 4.100 personel, didukung oleh 13 helikopter, 55 kapal dan 18 perahu rakit.

Sejauh ini, tim SAR sudah mengirimkan 141 kantong berisi potongan jasad manusia ke tim pakar identifikasi kepolisian. Para keluarga telah memberikan sampel DNA ke unit identifikasi korban bencana, yang pada Rabu mengatakan telah berhasil mengidentifikasi enam korban, termasuk seorang pramugara dan pilot yang sedang tidak bertugas.

Pramugara berusia 29 tahun, Okky Bisma, yang berhasil diidentifikasi, dimakamkan pada Kamis. Kerabat dan teman-temannya terliat mengusung peti jenazahnya ke pemakaman di Jakarta Timur, diikuti oleh puluhan orang, sebagian besar memakai masker dan menjaga jarak sosial karena pandemi.

Maskapai tersebut mengatakan kedua pilot yang menerbangkan pesawat itu berpengalaman dan memiliki catatan keselamatan yang baik.

Kapten Afwan memulai karirnya sebagai pilot Hercules Angkatan Udara dan memiliki pengalaman terbang selama puuluhan tahun. Ia dikenal sebagai Muslim yang taat dan dai. Kopilot-nya, Diego Mamahit, juga memiliki kualifikasi yang sama.

Nurcahyo Utomo, penyidik dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), mengatakan awak pesawat tidak menyatakan keadaan darurat atau melaporkan masalah teknis sebelum pesawat menukik ke laut.

Ia mengatakan para penyelidik sedang sedang berusaha mempelajari data FDR untuk mengetahui sejumlah informasi seperti kecepatan udara, ketinggian, dan percepatan vertikal dalam upaya untuk menentukan penyebab kecelakaan.

Pesawat berusia 26 tahun itu baru melanjutkan operasi penerbangan komersialnya bulan lalu setelah hampir sembilan bulan tidak beroperasi karena pengurangan penerbangan yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Penyelidik dan ahli dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS, pembuat mesin General Electric dan Boeing akan bergabung dalam penyelidikan itu dalam beberapa hari mendatang. [ab/uh]

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *