[ad_1]
Perkembangan podcast atau siniar, di kalangan masyarakat semakin meningkat. Semakin banyak kreator membuat konten siniar. Begitupun dari sisi pendengar yang mengalami peningkatan signifikan.
Laporan Nielsen Februari 2020 menyebutkan jumlah pendengar podcast tumbuh lebih dari 3,6 juta. Bersamaan dengan itu, rata-rata jumlah episode yang dimainkan per minggu meningkat sebesar 10 persen. Popularitas ini tak lepas dari beberapa artis dan tokoh terkenal yang masuk ke dunia baru ini.
Memang, untuk membuat konten podcast sekarang semakin mudah. Tidak perlu modal mahal, hanya cukup dengan smartphone semua teknik editing suara dapat dilakukan. Sebagai podcaster, kamu bisa membahas topik apa saja sesuai kesukaan.
Baca juga: Tips Memulai Bikin Konten Podcast yang Menarik untuk Pemula
Mengawasi Media Baru Agar Sesuai Karakter Bangsa, Alasan KPI
Dengan semakin meningkatnya, minat orang mendengar podcast, menjadi perhatian pula oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga yang bertugas mengawasi penyiaran tersebut mendorong upaya pengawasan terhadap media baru, seperti Podcast dan TikTok, dengan pengawasan agar tak salah arah.
Menurut Ketua KPI Pusat, Agung Suprio melalui adanya aturan ini bukan sebagai bentuk pengekangan terhadap kebebasan ekspresi dan berkarya, tapi agar masyarakat lebih menghormati etika dan norma yang telah ada di negara ini. Ia menjelaskan dengan adanya regulasi baru, diharapkan dapat menjaga karakter bangsa.
“Perkembangan teknologi memunculkan platform-platform lain seperti sosmed dan lain sebagainya, termasuk podcast. Sementara itu, UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran tidak ada kewenangan mengatur media ini. Jadi ada kekosongan mengenai media baru ini. Padahal, media baru memerlukan pengawasan,” ungkap Agung dalam Webinar Interstudi dengan tema “Transformasi Digital dan Menembus Batas Era Podcast” (10/2).
Menurut Agung, tanpa regulasi ini dikhawatirkan akan mempunyai dampak negatif terhadap generasi penerus. “Jika media baru tidak diatur kita akan berpotensi kehilangan jati diri bangsa karena tidak adanya regulasi yang jelas dalam hal ini,” tegasnya.
Agung mengatakan salah satu hal yang membuat pihaknya sepakat agar media baru ini diatur karena banyak ditemukan hal-hal yang tidak sesuai seperti perkataan tak pantas. Konten seperti ini mestinya tidak layak karena anak-anak ada yang menonton.
“Kita masih menunggu RUU Penyiaran yang diharapkan akan ada tentang media baru. Banyak negara maju yang memiliki regulasi media baru dan ini harus menjadi acuan bangsa Indonesia untuk concern juga di media baru,” imbuhnya.
Tanggapan Netizen
Sebelumnya, KPI pernah mengeluarkan wacana pengawasan media baru. Terutama setelah RCTI dan iNews melakukan gugatan soal UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran). Dua perusahaan di bawah kelompok MNC tersebut meminta agar ada perubahan definisi penyiaran yang turut mencakup layanan over the top atau layanan yang berjalan di atas internet, seperti Netflix, YouTube, Facebook dkk.
Namun gugatan tersebut justru mendapat reaksi negatif dari masyarakat secara umum. Karena jika gugatan dikabulkan, bisa mengkerdilkan ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi.
Kementerian Kominfo pun satu suara dengan masyarakat. Direktur Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI Geryantika Kurnia sebagaimana dilansir dari Republika mengatakan, bahwa KPI belum memiliki kewenangan untuk mengawasi konten di platform streaming.
Hal itu belum diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Menurutnya, KPI itu tugasnya adalah untuk melihat atau memonitoring free to air, seperti tv. Untuk pengawasan dalam media-media baru dan streaming, masih dilakukan oleh masyarakat sendiri, lalu untuk pelaporannya akan ditujukan kepada Kominfo, termasuk dari KPI.
Terkait wacana aturan podcast tersebut, banyak penggiat media sosial mempertanyakan wacana dari KPI tersebut. Mereka menyebut KPI tidak seharusnya mengurus podcast yang bukan ranah dari institusi tersebut. “Maaf KPI jalanmu masih panjang. Karena sesuai peraturan ranah Anda sebagai pengawas lembaga penyiaran (dalam hal ini televisi dan radio),” kata Hino Kertapati di sebuah laman Facebook.
Walaupun demikian, masih ada netizen menyetujui wacana tersebut dengan beberapa catatan. Menurut Budi Kuncoro, dirinya setuju melihat keadaan sekarang yang semakin krisis moral dan akhlak secara online. Disamping itu, ia mengungkapkan orang tua harus tegas dan melakukan pengawasan terhadap anak-anaknya yang menggunakan gadget.
[ad_2]
Sumber Berita