[ad_1]
Telegraf – Setelah melalukan koordinasi dan survei kepada beberap petani garam seperti Indramayu, Cirebon Jawa Barat, Jawa Timur dan dari Nusa Tenggara Timur, yang menyatakan keresahan mereka terkait produksi garam mereka yang tidak terserap pasar, bahkan harga dipetani mencapai 100-300 rupiah per kilogramnya. Melihat kondisi tersebut Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) menyatakan menola keras rencana pemerintah mengimpor garam sebesar 3,07 ton.
“Harga garam dilevel petani hari ini antara 100-300 rupiah per kilo gramnya bahkan di Indramayu disana garam tidak sampai di panen karena mereka di belinya hanya 100 bahkan dibawah 100 rupiah per kilogramnya ini sangat mengenaskan. Ini adalah efek dari pemerintah impor garam karena sebetulnya garam kita melimpah, seperti di Nusatengara stok melimpah dan tidak terserap oleh pasar,” ungkap, Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama Witjaksono, dalam konfrensi pers melalui daring, Rabu (24/3)
Ia mengungkapkan SNNU menyatakan penolakan keras akan rencana pemerintah mengimpor 3,07 juta ton garam, mendesak pemerintah untuk berpihak pada petani garam dan masarakat kecil, melakukan pendampingan, intensifikasi produksi, pembukaan lahan garam mencapai baru hingga 100rb hektar, alih kelola teknologi dan mekanisasi serta meodernisasi pertanian garam dan
memberantas mafia garam serta pencari rente impor garam. Jika pernyataannya tidak di gubris akan melakukan aksi.
“Kita masih menunggu audiensi dari pemerintah dan menunggu respon dari kebijakan pemerintah atas pernyataan kita kali ini tapi kalau memang tidak digubris juga oleh pemerintah yah kita pasti kita akan lakukan aksi berikutnya. Mungkin bisa kelas action ke pengadilan atau mungkin juga hal lain dan mungkin juga kita akan berbicara dengan petani kita agar berhenti berproduksi semuanya seluruh nasional kita akan mogok produksi seluruh nasiona,” urainya.
Lanjutnyas sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), bahwa pada tahun 2021 produksi garam nasional adalah 3 juta ton, sedangkan kebutuhan nasional berkisar pada angka 4 juta ton, jika kita impor 3 juta ton lalu petani mau makan apa? Anak-anak mereka mau sekolah pakai apa? Jika dibiarkan terus seperti ini maka petani adalah pihak yang dirugikan,sehingga para petani berpotensi alih profesi dan lahan garam berpotensi alih fungsi. Lebih lanjut maka negara kita akan benar-benar bergantung pada impor, tidak berdaulat pada sektor pangan.
Witjaksono menambahkan perhitungan data internal kami setelah melibatkan 28 pengurus wilayah dan 355 cabang diseluruh Indonesia, maka seharusnya pada periode tahun ini impor kita hanya sekitar 1 juta ton, tidak lebih dari itu. Karena sebetulnya stok di petani cukup banyak.
Photo Credit : Petani Garam sedang memanen garam/Doc/Ist
[ad_2]
Sumber Berita