[ad_1]
EKSEKUTIF.com –Resto unik di desa Wunut, ke Tulung, Kab Klaten. Suasananya mengingatkan kita pada keberadaan sebuah kapal laut di tengah pedesaan mengundang rasa penasaran warga yang melintas di Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Rupanya itu bukan kapal sungguhan. Usaha keluarga tetap dengan membawa sentuhan deruan maritim. Tidak lepas dari kapal dan air. Jadi ingat Museum dan Galeri Bahari (Mugaba) Banuraja. Lokasinya berada di kawasan Waduk Saguling yang dialiri Sungai Citarum.
Layaknya kapal sungguhan, tampilan Mugaba Banuraja dibangun seperti kapal laut lengkap dengan haluan, buritan, sampul dan anjungan. Di bagian depannya terdapat monumen jangkar yang mempertegas kesan maritim.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI (Purn) Ade Supandi itulah, yang mendirikan Museum Galeri Bahari (Mugaba) di tanah kelahirannya Kampung Banuraja, Desa Pangauban, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, September 2019.
Lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) TNI angkatan ke-28 tahun 1983 ini bangga ikut mencurahkan pikiran untuk pengembangan TNI Angkatan Laut dan berharap Mubaga bisa menjadi destinasi wisata yang bisa mengangkat daerah Jabupaten Bandung.
Pria berdarah sunda ini berharap, “Mugaba” menjadi destinasi edukasi bagi generasi muda untuk mengenal kemaritiman. Museum dengan arsitektur unik berbentuk kapal laut di tepian waduk Saguling ini juga menjadi wahana dirinya berbagi pengalaman selama berkarier menjadi TNI AL.
Membangun obyek wisata buatan ini selain memang kecintaannya pada dunia pariwisata juga karena banyaknya pernak-pernik memorabilia perjalanan hidup khususnya di AL yang dapat menjadi inspirasi bagi anak anak generasi penerus.
Apalagi memorabilia tidak selalu berbentuk benda fisik, tetapi segala sesuatu yang dapat kita tangkap melalui penglihatan atau pendengaran yang menjadikan benda itu layak menjadi jalan bagi sebuah kenangan.
Sayang kalau tidak disiapkan dan dimanfaatkan untuk pendidikan bagi Gen Z, mereka yang lahir setelah abad milenium atau tahun 2001 hingga seterusnya yang lahir di abad digital.
Awalnya museum itu akan di bangun di Jakarta, tetapi konsepnya tidak nyambung karena Ade menginginkan bangunannya berbentuk kapal yang menghadapnya ke darat, bukan kelaut. Selain itu tujuan yang kedua untuk memberikan pengetahuan sejarah maritim dan kekayaan budaya sunda.
”Dipilih dekat Citarum, kembali ke kampung halaman setelah usai dinas memimpin Angkatan Laut RI dan menjalani pensiun,” jelas Ade Supandi tentang museum dengan tiga dek kapal itu, yang berada di pinggir Sungai Citarum.
Sekilas bagunan itu terlihat seperti kapal yang sedang “berlayar” dengan buritan berada di sungai sedangkan haluan menghadap ke jalan desa.
“Museum juga saya lengkapi dengan perpustakaan, dengan sasaran untuk anak-anak SD SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi dengan kosentrasi perpustakaan pada Sejarah, Budaya, Teknologi, Manajemen, Kemaritiman dan Pertanian,” ungkap Ade Supandi.
Boleh jadi, Museum Galeri Bahari (Mugaba) mungkin menjadi satu-satunya di dunia, ada museum kapal di pegunungan. Di musem bahari tersebut, di dek (lantai dasar) pengunjung bisa menikmati lintasan perjalanan Bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim sejak jaman nenek moyang hingga jaman sekarang.
Disajikan juga perjalanan awal Kerajaan Sunda serta berkembangnya kearifan lokal masyarakat Sunda. Tidak ketinggalan, lintasan perjalanan hidup Laksamana Ade Supandi mulai dari lahir hingga menjadi Laksamana dengan jabatan Kasal tersaji di dek satu yang dilengkapi miniatur kapal perang tempat Laksamana Ade pernah bertugas.
Pada dek dua berupa perpustakaan, berisi buku-buku tentang kebaharian dan koleksi umum lainnya yang diperuntukkan bagi pelajar, mahasiswa, dan umum. Menurut Ade, perpustakaan itu dirancang mampu menampung 10.000 judul buku.
Sementara itu, museum juga dilengkapi dengan Simulator Kapal Perang di Dek tiga yang dibangun menyerupai anjungan kapal. Dengan simulator itu, pengunjung dapat menjadi “pelaut”, melayarkan kapal dari pangkalnya di Dermaga Ujung, Surabaya menuju Laut Jawa dengan beragam pilihan cuaca, badai dan ombak.
Sebagai obyek wisata baru yang beroperasi enam bulan terakhir ini, Ade Supandi mengaku ingin memberikan isnspirasi dan melengkapi bahwa dengan segala keterbatasan di masa lalu, Ade yang asli berasal dari desa Banuraja itu bisa meraih jabatan puncak di AL menjadi KSAL.
Keberadaan museum bahari di pegunungan diharapkan pada masa-masa mendatang akan kembali muncul anak-anak muda dari Tanah Pasundan menjadi perwira pelaut dan menjadi Kepala Staf TNI AL. Faktanya, sejauh ini baru dua orang putra Pasundan yang menjadi KSAL, yakni alm Laksamana Martadinata dan Laksamana Ade Supandi.
Ide museum ini saat dia banyak berkeliling ke luar negeri dan Laksamana disana membuat museum untuk edukasi generasi muda setelah mengakhiri pengabdiannya,ungkapnya.
Tentu saja dukungan keluarga, terutama pasangan hidupnya Endah Esti Hartanti Ningsih serta dua anak dan satu cucu dan menantu mendorongnya segera mewujudkan bangunan tiga lantai Museum Galery Bahari ( Mugaba).
” Mumpung masih segar jadi begitu pensiun langsung kuliah dan bikin museum daripada dibuatkan oleh anak-anak atau ahli waris lebih baik bikin sekarang dengan konsep yang digagas dari awal. Lagi pula dibangun di atas tanah tanah leluhur. Jadi tinggal memikirkan biaya bangunannya saja,” jelas Ade Supandi.
Saling mendukung, itulah yang dilakukan oleh pasangan Ade-Endah ini sehingga saat peresmian Mugaba Ade memilih tanggal kelahiran istri tercinta.
Endah Esti Hartanti Ningsih adalah anak pertama dari (alm) H Suharto, yang merupakan prajurit Kopassus dan Hj Sri Sunarsih. Setelah pensiun Ade memang berupaya banyak melewatkan waktu dengan kekuarga dan dua anak serta satu cucu.
Pasangan ini baru saja meresmikan Griyo Dhaha Semego. Usaha keluarga, tetap dengan membawa sentuhan deruan maritim. Tidak lepas dari kapal dan air.
https://www.youtube.com/watch?v=R1nwfcfUBMg
[ad_2]
Sumber Berita