#  

Bahaya Jejak Digital di Internet, 70% Perusahaan Kini Menyaring Pegawai Lewat Media Sosial

[ad_1]

JAKARTA,- Kecakapan dalam menggunakan internet dan media digital bukan hanya tentang penguasaan teknologinya saja. Namun bagaimana masyarakat mampu menggunakan media digital dengan penuh tanggung jawab.

Presiden Joko Widodo dalam sambutannya saat meluncurkan Gerakan Nasional Literasi Digital mengungkapkan di antara pengguna internet di Indonesia yang semakin tinggi, saat ini kejahatan di ruang digital pun ikut mengkhawatirkan.

“Kecakapan digital harus ditingkatkan dalam masyarakat agar mampu menampilkan konten kreatif mendidik yang menyejukkan dan menyerukan perdamaian. Sebab, tantangan di ruang digital semakin besar seperti konten-konten negatif, kejahatan penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, ujaran kebencian, radikalisme berbasis digital,” ujar Presiden Joko Widodo.

Dalam kegiatan webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat I, Selasa (8/6/2021) yang diselenggarakan Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siberkreasi, hadir nara sumber pakar literasi yang membagikan ilmunya. Salah satunya Andika Zakiy, Program Coordinator Yayasan Semai Jiwa Amini.

Andika mengungkapkan ekosistem digital saat ini semakin sibuk, apalagi setelah masyarakat mengalami masa pandemi. Sebabnya literasi digital diperlukan agar Masyarakat memiliki budaya digital yang baik, mengajak masyarakat untuk mengedepankan toleransi menjaga ruang digital yang aman dan produktif.

“Saat ini telah terjadi pola kehidupan dari offline ke online. Belajar dan bekerja secara online, berkomunikasi dan berinteraksi secara online, bahkan menyimpan file-file penting secara online. Perubahan itu menjadi peluang jejak digital, saat berbagi kata-kata kasar jadi cerminan diri kita ketika dituangkan di media sosial kita,” kata Andika.

Andika pun mengingatkan agar setiap orang menjaga jejak digital, yaitu segala hal yang mencakup semua informasi terkait diri kita yang muncul di internet. Hal ini bisa berupa banyak hal mulai data pencarian, lokasi, foto, likes, unggahan dan komentar. Padahal menurut data CareerBuilder tahun 2018, sebanyak 70% pemberi kerja menggunakan media sosial untuk menyaring kandidat. Sebanyak 43% employer juga memakai media sosial untuk mengecek pegawai mereka.

“Jejak digital tak dapat dihilangkan secara pernamen, walaupun sudah dihapus bisa saja sudah ada yang mengcapture, Padahal ini semua akan berpengaruh di masa depan. Saat ini HRD sudah mengecek background di sosial media. Itu bisa jadi pertimbangan untuk menolak kita,” ujarnya lagi.

Namun dari semua rekam jejak digital yang pernah ditinggalkan, sebenarnya semua bermula dari kecanduan internet atau menggunakan gadget secara berlebihan di sosial media. Teknologi kini condong didesain secara khusus untuk memicu pelepasan dopamine. Dopamin, hormon kesenangan yang berkaitan dengan reaksi instan dari sosial media berupa likes, juga saat bermain game online juga menyebabkan ketergantungan ini.

“Kecanduan yang disebabkan internet kini menjadi diagnose medis,” kata Andika lagi.

Lalu bagaimana agar tidak kecanduan? Andika menyarankan agar setiap orang mengatur penggunaan gadget dan membatasinya dengan mengetahui screen time dan screen break agar tidak mengakses berlebihan. Selain itu terapkan zona bebas gadget di rumah agar terbiasa sibuk dengan kehidupan nyata. “Penting adanya jeda waktu untuk berinstirahat dalam penggunaan gadget. Karena saat suntuk mungkin kita bisa mengomentari dgn tanpa berpikir,” ujar Andika lagi.

Webinar Literasi Digital wilayah Kabupaten Bekasi, Jawa Barat I, kali ini menghadirkan pula nara sumber lainnya seperti Heni Mulyati dari Masyarakat Anti Fitnah Indonesia. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.

 21 kali dilihat,  21 kali dilihat hari ini

[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version