TEMPOSIANA.com — Diskusi Kelompok Terpumpun Tindak Lanjut Tidak Berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 terhadap Pemulihan Nama Baik Dr. (H.C) Ir. Sukarno sebagai Tokoh Proklamator Kemerdekaan Bangsa Indonesia
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengadakan Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) atau Focus Group Discussion (FGD) pada hari Senin, 19 November 2024, di Auditorium RRI, Jakarta.
Diskusi ini mengangkat tema tentang tindak lanjut tidak berlakunya TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, yang berkaitan dengan pemulihan nama baik Dr. (H.C) Ir. Sukarno sebagai tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia.
Acara dibuka oleh Kepala BPIP, Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA, Ph.D., yang turut didampingi oleh Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi BPIP, Hentoro Cahyono, S.H., M.H., yang mewakili Ketua MPR RI.
Dalam acara ini, sejumlah narasumber terkemuka turut memberikan pandangan, antara lain Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Indonesia Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H., Wakil Ketua MPR RI periode 2019-2024, Dr. Ahmad Basarah, S.H., M.H., Peneliti Sejarah BRIN, Prof. Asvi Warman Adam, serta Akademisi Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman, S.IP., M.Si., Ph.D.
Diskusi ini diadakan sebagai respons terhadap surat Pimpinan MPR RI yang menyatakan bahwa TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, yang mencabut kekuasaan Presiden Sukarno terkait peristiwa G-30-S/PKI 1965, kini sudah tidak berlaku.
Hal ini merujuk pada Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 yang menegaskan bahwa semua ketetapan MPRS dan MPR yang diterbitkan pada periode 1960-2022, termasuk TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967, telah diperiksa kembali dan diputuskan untuk tidak berlaku.
Dalam sambutannya, Kepala BPIP Prof. Yudian Wahyudi menyampaikan komitmen BPIP dalam mendukung MPR RI untuk menyosialisasikan pencabutan TAP MPRS tersebut kepada masyarakat. BPIP juga berupaya agar pemulihan nama baik dan hak-hak konstitusional Dr. (H.C) Ir. Sukarno, sebagai tokoh proklamator kemerdekaan Indonesia, dapat terus dikawal.
“Distorsi sejarah mengenai Sukarno yang masih terjadi di masyarakat harus segera diluruskan,” ujar Prof. Yudian. Ia menegaskan bahwa Sukarno, yang dikenal sebagai “Penggali Pancasila”, harus dihargai atas kontribusinya yang sangat besar terhadap bangsa dan negara.
Sebagai Presiden pertama Indonesia, Dr. (H.C.) Ir. Sukarno tidak hanya berperan dalam perjuangan kemerdekaan, tetapi juga merumuskan Pancasila sebagai dasar negara pada sidang pertama BPUPK pada 1 Juni 1945.
Meskipun TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 telah dicabut, Prof. Yudian menekankan pentingnya memperbaiki kekeliruan sejarah yang telah berkembang selama ini.
Pemulihan hak-hak konstitusional Sukarno diharapkan dapat memberikan keadilan restoratif bagi beliau dan keluarganya, serta penghormatan yang semestinya atas jasa-jasanya.
Sebagai informasi, upaya pemulihan nama baik Sukarno dimulai dengan surat dari Menteri Hukum dan HAM yang disampaikan kepada Pimpinan MPR pada 13 Agustus 2024. Menyusul hal tersebut, pada 26 Agustus 2024, MPR RI mengeluarkan surat resmi yang menyatakan bahwa TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 sudah tidak berlaku.
Langkah ini mencerminkan komitmen MPR untuk mengakhiri ketidakpastian hukum dan mengembalikan penghormatan yang layak bagi Presiden Sukarno.
Kepala BPIP, dalam kesempatan ini, juga mengucapkan terima kasih kepada MPR RI, DPR RI, Kementerian Pendidikan, para sejarawan, akademisi, serta seluruh peserta yang telah berkontribusi dalam diskusi ini.
BPIP berharap hasil dari diskusi ini dapat menghasilkan rekomendasi yang berguna bagi seluruh pemangku kepentingan untuk mengawal pemulihan nama baik, hak-hak konstitusional, serta pelurusan sejarah perjuangan Ir. Sukarno sebagai tokoh penting dalam pembentukan Indonesia.