[ad_1]
TEMPO.CO, Jakarta-Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan ada sejumlah rekomendasi diskualifikasi calon di Pilkada 2020 yang dia keluarkan. Namun menurut dia, sebagian besar dari rekomendasi tersebut tak ditindaklanjuti oleh Komisi Pemilihan Umum.
Abhan mengatakan hal ini terjadi lantaran adanya mekanisme di Peraturan KPU untuk mengkaji kembali rekomendasi Bawaslu. Kata Abhan, tak jarang terjadi perbedaan penafsiran antara KPU dan Bawaslu. “Tidak jarang terjadi perbedaan penafsiran sehingga rekomendasi-rekomendasi Bawaslu sebagian besar tidak ditindaklanjuti oleh KPU,” kata Abhan dalam webinar, Kamis, 17 Desember 2020.
Abhan mengatakan rekomendasi diskualifikasi pada Pilkada 2020 ialah di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Banggai, Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Kaur, dan Kabupaten Ogan Ilir.
Pelanggaran yang dilakukan pasangan calon di antaranya penyalahgunaan program pemerintah untuk kepentingan pilkada, mutasi pegawai enam bulan sebelum penetapan pasangan calon. Dari lima daerah tersebut, lima di antaranya tak ditindaklanjuti KPU. Adapun rekomendasi diskualifikasi untuk calon di Kabupaten Banggai dibatalkan Pengadilan Tata Usaha Negara, sedangkan Kabupaten Ogan Ilir dibatalkan Mahkamah Konstitusi.
Menurut Abhan, ke depannya perlu ada pengaturan yang jelas dalam Undang-undang Pilkada ihwal posisi rekomendasi Bawaslu ini. Ia membandingkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang memberi kewenangan Bawaslu mengeluarkan putusan atas pelanggaran administrasi. “Kalau putusan, KPU harus menindaklanjuti. Ke depan harus ada diatur jelas dalam undang-undang. Ini jadi catatan untuk sebuah proses kepastian,” kata Abhan.
Secara keseluruhan, Bawaslu mencatat ada 3.194 temuan dan 1.056 laporan di Pilkada 2020. Dari proses pemeriksaan, 1.223 di antaranya kemudian dikategorikan bukan pelanggaran. Bawaslu juga mengeluarkan 1.262 rekomendasi untuk pelanggaran administrasi, 230 rekomendasi untuk pelanggaran etik, 131 rekomendasi untuk pelanggaran pidana, dan 1.459 rekomendasi untuk pelanggaran hukum lain.
Terkait politik uang, Bawaslu mendapat 147 laporan dan mencatat ada 64 temuan. Sebanyak 27 kasus di antaranya telah diteruskan ke penyidik Kepolisian, sedangkan 78 kasus masih diproses oleh pengawas pemilu. Dari 27 yang ditangani penyidik, 11 kasus sudah diteruskan ke penuntut umum dan satu kasus dihentikan karena tak cukup bukti. “Yang sudah divonis ada enam,” kata Abhan.
Enam kasus politik uang itu terjadi di Kabupaten Pelalawan, Riau; Kota Tarakan, Kalimantan Utara; Kabupaten Berau, Kalimantan Timur; Kota Palu, Sulawesi Tengah; Kabupaten Cianjur, Jawa Barat; dan Kota Tangerang Selatan, Banten.
BUDIARTI UTAMI PUTRI
[ad_2]
Sumber Berita