[ad_1]
Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Wakil Presiden Kamala Harris muncul di Solo, Sabtu (30/1) malam. Bukan figur asli tentunya, tetapi dalam bentuk wayang. Dalang Ki Purbo Asmoro menghadirkannya sebagai rasa turut bahagia atas pelantikan keduanya dalam lakon yang bertajuk “Angkara Rubuh, Utama Lungguh.”
Lakon itu menarasikan jatuhnya kekuasan angkara murka, dan datangnya kekuatan baik di kursi pemimpin. Sang dalam Ki Purbo Asmoro mempersiapkan sesuatunya sepanjang hari Sabtu (30/1). Meski menggelar pentas wayang kulit adalah rutinitasnya sebagai dalang, kali ini lakon yang akan dia tampilkan memang istimewa. Dalam pagelaran di pendopo rumahnya di Solo, Jawa Tengah, dua figur pemimpin Amerika Serikat itu turut hadir di antara tokoh Pandawa dan Kurawa.
“Ini sebagai rasa syukur perhelatan politik di Amerika Serikat sudah selesai dengan terpilihnya Joe Biden dan Kamala Harris. Pesannya, angkara murka sudah sirna dan lahir pemimpin baru secercah harapan supaya membawa perubahan yang lebih baik. Dalam pewayangan, pesan moral yang tersirat dan tersurat jelas kejahatan akan kalah dan kebaikan akan menang,” jelas Purbo saat ditemui VOA.
Tentu saja, cerita Ramayana tetap akan mengalir sesuai pakem yang ada. Wayang Biden dan Harris akan tampil dalam sesi goro-goro, segmen dalam pertunjukan wayang yang biasa diisi dengan humor. Di bagian ini, dalang memang memiliki ruang lebih luas untuk berkreasi, termasuk menghadirkan tokoh-tokoh yang tidak ada dalam pakem pewayangan. Wayang Biden dan Harris yang dipakai kali ini, dibuat oleh seniman sekaligus dalang Ki Gamblang Carito, yang tinggal di Jakarta.
Purbo Asmoro mengungkapkan, wayang memang bukan hanya sekedar menampilkan cerita klasik yang sudah diketahui masyarakat. Dalang bisa membingkai kondisi kekinian dan masuk dalam tuturan kisah, tanpa mengubah esensi cerita sebenarnya.
” Wayang, kan bukan hanya sekedar menampilkan seni pentas bayangan dan cerita klasik. Ada kisah yang bisa dikaitkan dengan kondisi aktual sekarang. Pesan moral dalam cerita wayang inilah proses seni yang dilakukan dalang supaya penonton bisa memahaminya,” lanjut Purbo.
Kisah Ramayana yang ditampilkan dalam pementasan ini menceritakan tumbangnya kekuasaan Rahwana, tokoh antagonis yang dipenuhi karakter angkara murka. Rahwana yang juga disebut Dasamuka atau sepuluh wajah ini, tumbang karena nafsu selalu ingin berkuasa. Rahwana dengan gaya sombong dan tak mau dikritik lengser dari kekuasaannya dan digantikan Wibisana, adik Rahwana, sebagai tokoh protagonis yang bijaksana dan membela Rama Sinta. Perang saudara di kerajaan Alengka untuk menumbangkan Rahwana ditandai dengan gugurnya Kumbakarna, yang juga adik Rahwana.
Sejatinya, jatuhnya Rahwana ini adalah pemaknaan merdeka Ki Purbo Asmoro sendiri atas drama politik yang terjadi di Amerika Serikat beberapa bulan terakhir. Tentang pesan yang muncul, tentu sangat tergantung dari bagaimana penonton menafsirkan cerita yang dituturkan.
Pentas wayang ini disesuakan dengan situasi pandemi. Dalang tidak memperkenankan penonton datang, dan menyediakan siaran langsung melalui saluran Youtube. Para niyogo atau penabuh gamelan juga memakai masker. Pagar halaman pendopo bahkan ditutup kain, agar penonton tidak berkerumun di depannya.
Diterjemahkan Langsung
Di tengah penonton yang menyaksikan pentas wayang dari pendopo kediaman Ki Purbo Asmoro, ada seorang perempuan berambut pirang. Dia adalah Kathryn Emerson, pegiat seni sekaligus pecinta wayang dari Amerika Serikat. Kepada VOA, dia mengaku senang sekali melihat dalang mementaskan lakon yang aktual dengan kondisi negara.
“Yang dihadapi Amerika Serikat kan sekarang seperti dalam kisah wayang itu. Orang yang dulu tidak mau mengakui kalah, mengumpulkan massa, untuk membela dirinya akhirnya tumbang. Kemudian muncul sosok tokoh menggambarkan kebaikan yang akan menang,” papar perempuan yang akrab dipanggil Kitsie ini.
Namun, Kitsie datang bukan hanya untuk menyaksikan. Dia memiliki peran penting, agar pesan yang disampaikan dalang bisa dipahami warga Amerika Serikat dan penutur bahasa Inggris lain. Karena itulah, ia langsung menerjemahkan cerita yang dipaparkan dalang.
Kitsie ini duduk di antara nigoyo, menghadap laptop dan menceritakan kembali secara langsung ucapan dalang secara tertulis. Di laman Youtube, terjemahan cerita dalam bahasa Inggris tersedia bersisihan dengan layar yang menampilkan aksi dalang.
Kitsie memang meminati seni budaya pewayangan sejak lebih 20 tahun yang lalu. Dia menempuh studi di salah satu kampus seni di Indonesia, untuk memperdalam pengetahuannya. Tidak mengherankan, jika Kitsie mampu memahami bahasa Jawa yang digunakan dalang secara mudah.
Menerjemahkan isi cerita saat pementasan wayang berlangsung menjadi tantangan bagi Kitsie. Penerjemahan kata dari bahasa Jawa ke Bahasa Inggris, menguji kemampuannya sekaligus menambah pemahamannya.
“Dalam pandemi ini, seni pentas pewayangan bisa berhenti. Tetapi Ki Purbo dan dalang lainnya mampu membuat pentas wayang virtual masih bisa hidup dan durasi pentas dipendekkan. Saya sebisanya menerjemahkan, supaya masyarakat internasional mengerti isi ceritanya meski hasil kerja saya tidak sempurna,” tandasnya.
Ki Purbo Asmoro kagum dengan dedikasi dan kemampuan Kitsie.
“Pementasan wayang saya diterjemahkan langsung dalam bahasa Inggris. Itu sulit, karena tidak ada di naskah. Kitsie menerjemahkan bahasa yang saya ucapkan saat pentas, mengetiknya langsung dan kemampuan itu tidak ada duanya di dunia,” kata Purbo.
Kitsie pula yang menjadi salah satu sponsor pementasan wayang kali ini, bersama suaminya Wakidi Dwidjomartono. Selain itu, turut mendukung acara adalah Wayne Forest, Direktur Eksekutif American-Indonesian Cultural and Education Foundation. Dukungan juga datang dari Samodra Sriwidjaja dan Union Internationale de la Marionettes (UNIMA) Indonesia serta American Institute for Indonesian Studies (AIFIS) Universitas Cornell.
Dalam catatan Kitsie, Ki Purbo Asmoro, telah empat kali pentas di Amerika Serikat yaitu pada 2006, 2009, 2012 dan 2013. Dia mengunjungi New York, Washington, Chicago, Seattle, Santa Fe, Dallas, hingga Houston dan sejumlah universitas.Dia juga mendalang di Inggris, Singapura, Bolivia, Jepang, India, Yunani, Austria, Perancis dan Thailand.
Harapan Baru
Restu Gunawan, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengapresiasi pentas wayang ini.
“Mudah-mudahan, dengan terpilihnya presiden baru, hubungan Indonesia dan Amerika Serikat dan juga dunia semakin bagus, semakin maju, untuk kemajuan kebudayaan khususnya,” kata Restu.
Menurutnya, pentas kali ini juga menunjukkan, bahwa wayang adalah alat diplomasi budaya yang cukup efektif. Cukup membanggakan juga, bahwa di tengah pandemi, ada terobosan untuk terus mementaskan kesenian wayang.
Sementara Wayne Forest dari AICEF menyebut, dukungan kali ini menerukan komitmen mereka sejak 1975 dalam mensponsori pertukaran budaya antara Amerika Serikat dan Indonesia.
“Seperti yangs semua Anda tahu, beberapa pekan lalu, kita menjalani transfer kekuasan yang damai tetapi diwarnai dengan ancaman yang serius terhadap demokrasi. Pementasan malam ini, tidak diragukan lagi, merujuk pada apa yang baru saja terjadi melalui kosmologi dunia wayang,” ujar Wayne.
Samodra Sriwidjaja dari UNIMA Indonesia berharap, terpilihnya Biden dan Harris akan semakin meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dua negara.
“UNIMA Indonesia ikut menyambut terpilihnya presiden dan wakil presiden. Joe Biden, benar-benar seorang diplomat sejati, sekalipun keabsahannya sebagai presiden dengan suara terbanyak dan terus dihadapkan pada rongrongan disinformasi, fakta palsu dan intrik, tetapi beliau tetap tenang dan ditanggapi dengan bijaksana,” kata Samodra. [ys/ns/ah]
[ad_2]
Sumber Berita