#  

BIPN 308 Hingga ‘Macan Dunia’ BBN

[ad_1]

Jakarta, Gatra.com – Webinar Palm O’Corner bertajuk “Sawit sebagai Tambang Energi Berkelanjutan” yang digelar oleh PASPI X HIMATEK ITB dua hari lalu itu, menyisakan cerita panjang.

Bahwa sesungguhnya Energi Baru Terbarukan (EBT) berupa Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dibilang Direktur Bioenergi Kementerian ESDM, Andriah Feby Misna, Ketua Umum Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (IKABI) Tatang Hernas Soerawidjaja dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, sudah tinggal jalankan saja.

Dan hasilnya dipastikan akan sangat luar biasa. Sebab bahan bakunya ada di minimal 22 dari 34 provinsi yang ada di Indonesia penghasil sawit.

Artinya, 22 provinsi ini bakal bisa menghasilkan biodiesel, Industrial Vegetable Oil (IVO), Bensin Super, hingga Avtur sekalipun.

Dan semua petani kelapa sawit yang ada di semua daerah tadi, akan terlibat dalam industri itu. Sebab mereka pemilik 6,8 juta dari 16,38 juta hektar hamparan kebun kelapa sawit itu.

Soal teknologi, semua sudah ada. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) jauh-jauh hari sudah mengajak sederet stakeholder untuk menghasilkan teknologi untuk menghasilkan ragam BBN itu.

Mulai dari peralatan metal deguming, hingga Katalis BPDP-ITB Perengkahan Nabati (BIPN) 308-1T, sudah ada, meski masih tahap pilot project.

Kalau semua ini berjalan, maka keruwetan sistim distribusi Pertamina yang kata Tatang selama ini terjadi, akan terurai. Dan Indonesia akan muncul sebagai Macan Dunia BBN.

“Tak hanya kelapa sawit, semua pohon yang dibutuhkan untuk membikin BBN itu, ada di Indonesia. Tinggal lagi seberapa besar keinginan kita untuk berinovasi,” ujar Tatang.

Tapi kalau Indonesia masih terus bergantung pada posisinya sebagai pemasok tunggal bahan mentah BBN, “justru itu malah akan menjadi indikator ketidakberlanjutan BBN di Indonesia,” Tatang mengingatkan.

Kalau kemudian ditengok apa yang dijelaskan oleh Tungkot ini, sebenarnya fokus pada potensi kelapa sawit saja, urusan EBT, Indonesia sudah juaranya.

Katakanlah potensi minyak sawit Indonesia saat ini 55 juta ton pertahun, tapi ada potensi Biomas sawit sebanyak 268 juta ton per tahun, biolistrik dari tandan kosong sawit 1.173 MW dan Biogas dari Palm Oil Mill Effluent (POME) sebanyak 5,7 miliar meter kubik. Ini setara dengan 931 MW biolistrik.

Lagi-lagi, distribusi hasil dari semua ini tak akan bikin pusing lantaran kebun kelapa sawit tadi tidak terkonsentrasi pada satu provinsi, tapi di 22 provinsi, bahkan ada di Pulau Jawa.

“Kalau kita optimalkan potensi sawit, pertama dia hemat lahan lantaran produksinya 4,3 ton per hektar. Rapeseed hanya 0,7 ton perhektar, Sunflower 0,5 ton dan Soybean malah hanya 0,4 ton per hektar,” Tungkot merinci.

Sawit juga hemat polusi tanah dan air. Dalam tiap ton minyaknya, hanya menyisakan pospat 2 kilogram, nitrogen 5 kilogram dan herbisida 0,4 kilogram

Beda dengan Soybean yang menyisakan nitrogen 32 kilogram, pospat 23 kilogram dan herbisida 23 kilogram. Bayangkan berapa banyak polusi ini kalau luas kebun Soybean saja mencapai 127 juta hektar!

Andriah kemudian menambahkan bahwa kalau pakai Biodiesel bauran 30 saja, devisa yang bisa dihemat mencapai Rp38,04 triliun. Nilai tambah Crude Palm Oil (CPO) menjadi biodiesel Rp13,19 triliun dan mengurangi emisi gas rumah kaca 22,3 juta ton CO2. Gimana pula kalau kemudian sudah ada bio bensin super, bahkan bio avtur?


Abdul Aziz

[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version