[ad_1]
Jakarta, Selular.ID – Predatory pricing di ranah platform dagang online memang masih menjadi persoalan mendasar yang musti dihadapi oleh pemangku kepentingan, dan ekosistem pendukungnya.
Dalam ajang Webinar 21 Anniversary Selular, yang mengambil tajuk ‘Penerapan Digitalisasi Dalam Mendukung UMKM’ semipul isu yang mengikat erat itu kini seolah melongar dengan berbagai komitmen yang dihadirkan.
Hilmi Adrianto selaku Publik Policy and Government Relations Senior Lead Tokopedia menjelaskan bahwa platform dagang daring miliknya diciptakan untuk mendukung UMKM lokal untuk tumbuh sehat.
Baca juga: Respon Tokopedia Soal Isu Predatory Pricing: Sudah Waktunya Menjunjung Tinggi Produk Indonesia
“Kita sangat berusahan menghadirkan ekosisten dagang digital yang bersaing sehat, dan saling medukung antara UMKM satu dengan yang lain bisa bersinergi, berkolaborasi dengan baik. Soal harga memang Tokopedia tidak mengatur tetapi kita tetap berusaha untuk menjaganya agar menciptakan iklim usaha yang sehat,” ujar Hilmi, Rabu (31/3).
Salah satu contoh bagaimana Tokopedia menjaga iklim usaha yang sehat itu, bisa dilihat dari sikap awal pandemi Covid-19 menerjang Indonesia, yang dimana harga masker perbox melonjak tajam bahkan cederung tidak masuk akal.
“Secara inisiatif kami berusaha untuk menyisir produk masker alat kesehatan pendukung, kemudian kita turunkan harganya. Lalu toko-toko yang kedapatan bandel ditutup, di sini kami berusaha membuat persaingan usaha yang wajar dalam platform kami. Jadi dari Tokopedia untuk menciptakan usah yang sehat, setidaknya itu yang bisa kita lakukan untuk saat ini.” Lanjutnya.
Baca juga: Ini Dia Peluang Bisnis Yang Patut Dicoba, Menurut Tokopedia
Terlebih Hilmi menambahkan kualitas UMKM lokal tidak kalah saing dengan UMKM asing di lingkup internasional. Catatan pentinya ialah memang perlu dihadirkan lebih banyak lagi, UMKM lokal yang memiliki kualitas produk kelas atas tersebut.
Tokopedia dalam inisiatifnya kembali mencoba menaikan kelas UMKM lokal dengan memberi beragam pelatihan, “soal bagaimana meningkatkan penjualan produk lalu memasarkannya dengan baik, cara packing yang ideal, agar konsumen merasa senang sekaligus bangga terhadap produk UMKM dalam negeri yang berkualitas itu,” tutur Hilmi.
Dalam kesempatan yang sama, Marsya Juwita selaku AVP Partnership Success Lead Modalku melanjutkan disamping menjaga iklim usaha yang sehat, askes permodalan juga sangat penting dimiliki oleh UMKM lokal kita, pasalnya dapat dimanfaatkan untuk ekspansi guna meraih momentum penjualan lebih, dari hari besar yang identik dengan diskon, dan juga pengembangan inovasi produk sehingga diferensiasi yang dihadirkan lebih unggul ketimbang produk UMKM kompetiornya bahkan pemain asing.
“Saya melihat predatory pricing itu akan sangat sulit dihentikan, karena banyak sekali produk yang ditawarkan dengan sedikit difrensiasi. Nah, askes permodalan dapat mendorong pelaku UMKM lokal ini berinovasi pada produknya, dan pasti akan banyak menciptakan perbedaan dari produk yang sudah ada dengan kualitas terbaik, dan pastinya tidak mudah dikalahkan oleh produk luar negeri yang predatory tadi,” tandas Marsya.
Baca juga: Pengamat: Aturan Predatory Pricing Jangan Sampai Merugikan Satu Pihak
Sekedar informasi, berdasarkan penelitian Modalku bersama DSInnovate (konsultan dan lembaga riset) dengan melibatkan 350 pelaku UMKM, diketahui 82% responden menyebut belum memiliki PT/CV pada saat menjalankan usahanya. Hal inilah yang seringkali menjadi hambatan ketika mengajukan pinjaman ke lembaga keuangan konvensional, dan bahkan hampir 50% usaha mikro mengungkapkan bahwa perizinan usaha menjadi penghambat, sementara lebih dari 50% usaha mikro memandang laporan keuangan masih membatasi usahanya.
Dan catatan penting dalam penelitian ini ialah Lebih dari 50% pemilik usaha UMKM menggunakan pinjaman dari Modalku untuk membeli bahan baku atau perlengkapan untuk tempat usahanya. Mereka berpendapat bahwa membeli bahan baku dalam jumlah besar merupakan hal yang penting untuk dilakukan dalam menunjang produksinya kedepan. Saat ini, Grup Modalku telah berhasil mencapai penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp 22,4 Triliun kepada lebih dari 4 juta transaksi pinjaman UMKM.
[ad_2]
Sumber Berita