[ad_1]
Menurut pengamat politik dari Universitas Islam Riau, Panca Setyo Prihatin, kemunculan sosok Wahyu Adi yang mendadak di Indragiri Hulu, membuat dirinya belum bisa memahami corak pemilih di Kabupaten Indragiri Hulu.
Meski sang jenderal pada suatu masa pernah bertugas di Indragiri Hulu, namun hal tersebut bukan jaminan publik setempat mengenal sosoknya dengan baik.
“Hajatan politik itu kan sangat dipengaruhi dinamika politik teraktual. Sehingga meskipun pernah bertugas di wilayah tersebut,kalau dinamika politik yang berkembang tidak ditangkap dengan baik, akan keteteran nantinya. Belum lagi kita bicara kultur masyarakat yang dapat mengambarkan persepsi pemilih,” katanya kepada Gatra.com, Minggu (13/12).
Ditilik dari kultur pemilih, kata Panca, publik Indragiri Hulu cenderung egaliter. Sedangkan Irjend Pol Wahyu Adi sebagai calon kepala daerah kesannya ada di kalangan elit. Kondisi tersebut menimbulkan gap yang memengaruhi persepsi publik.
Pada gelaran pilkada Indragiri Hulu 2020, Irjend Purnawirawan Wahyu Adi berduet dengan Supriati. Pasangan ini mendapatkan dukungan multi partai, di antaranya dari PDI P, Demokrat, PAN, dan Perindo. Namun dukungan tersebut belum cukup untuk meningkatkan “nilai jual” Wahyu Adi-Supriati di kalangan publik Indragiri Hulu.
Berdasarkan hitungan sementara KPU yang tersaji di laman pilkada2020.go.id pada Minggu pagi (13/12), Irjend Pol (purn) Wahyu Adi-Supriati meraup 5.677 suara. Angka tersebut jauh di bawah Rezita Yopi-Junaidi yang mendulang 9.671 suara, atau Rizal Zanzami-Yogi 8.160 suara. Hanya saja perhitungan tersebut baru mewakili 171 dari 1.021 tempat pemungutan suara.
Sambung Panca, bila nantinya hasil perhitungan tidak memberikan kejutan dan berujung pada kekalahan pensiunan jenderal polisi tersebut, maka hasil pilkada Indragiri Hulu memberi kejutan. Sebab, sosok Wahyu Adi-Supriati merupakan pasangan yang ditaksir dapat menyudahi dinasti politik dari keluarga Yopi Arianto.
“Karena punya dukungan multi partai, serta punya status sosial yang menggetarkan, sejatinya ini secara teori cukup menarik animo masyarakat jelang pemilu. Namun hasil yang ada saat ini, menandakan atribut tersebut belum cukup untuk memenangkan Pak Wahyu Adi. Sebab ada corak kultural pemilih yang kurang diantisipasi,” ujarnya.
Disinggung mengenai munculnya dukungan ustaz Abdul Somad (UAS) kepada salah satu paslon, Panca mengamini hal itu ikut mengubah konstelasi politik di Indragiri Hulu. Meski begitu, dukungan sang da’i bukan faktor utama penentu hasil. Terlebih di beberapa wilayah, jagoan ustaz Somad mendapati hasil yang kurang menggembirakan.
“Artinya, ini memang lebih kepada figur yang ditawarkan. Bila sosok yang dilihat publik itu dinilai unggul, tanpa adanya dukungan UAS terhadap cakada pun bakal terlihat menarik. Di lapangan ada kemasan individual yang coba dicerna masyarakat selaku pemilih, dan Irjend Pol Wahyu Adi kemasan individualnya ada pada tataran elit. Pada masyarakat egaliter, kelompok elit bukan sosok yang diistimewakan apalagi dikultuskan,” katanya.
Sebagai informasi, pada Pilkada Indragiri Hulu, ustaz Abdul Somad, menyatakan dukunganya kepada Rizal Zanzami-Yogi. Dukungan yang muncul beberapa pekan jelang pemungutan suara tersebut, terlihat mampu memengaruhi persepsi pemilih.
Reporter: Febri Kurnia
Editor: Iwan Sutiawan
[ad_2]
Sumber Berita