Ketua DPD RI Sultan B Najamudin: Semua Pemimpin Bangsa adalah Pahlawan

TEMPOSIANA.com Ketua DPD RI Sultan B Najamudin: Semua Pemimpin Bangsa adalah Pahlawan

Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI, Soeharto, kembali mengemuka menjelang Hari Pahlawan tahun ini.

Seperti pola yang berulang, isu Soeharto setiap tahun kembali menjadi panggung adu narasi—antara mereka yang menilai keberhasilan stabilitas ekonomi Orde Baru sebagai legacy, dan mereka yang tak ingin kompromi pada catatan gelap sejarah.

Di tengah silang posisi publik yang berseberangan itu, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Baktiar Najamudin, mengambil sikap yang cenderung kultural dan normatif.

Nada dan pilihannya tidak hitam-putih, namun justru menempatkan institusi kepemimpinan bangsa dalam kategori pengabdian negara yang lebih luas.

“Secara pribadi saya berpandangan bahwa setiap pemimpin bangsa adalah pahlawan,” kata Sultan dalam keterangan resmi yang diterima pada Rabu, 5 November 2025.

Pernyataan Sultan merespons dorongan sejumlah pihak untuk kembali mengajukan Soeharto sebagai kandidat Pahlawan Nasional.

Isu yang tidak pernah benar-benar padam sejak Reformasi ini terus bergesekan dengan turbulensi moral-historis dan perdebatan etis yang belum selesai.

Dalam lanskap sejarah Indonesia sendiri, Soeharto ditulis dalam dua paragraf besar sekaligus: pembangunan ekonomi dan stabilitas politik yang nyata mendorong transformasi infrastruktur dan industrialisasi; dan bersandingan dengan itu, catatan represi politik, pelanggaran HAM, hingga praktik politik kekuasaan yang masih menyisakan pekerjaan rumah kebenaran historis.

Sultan menilai publik tidak perlu melihat persoalan ini dalam dikotomi absolut. “Sebagai manusia adalah wajar jika terdapat kekurangan. Kita mengenal istilah mikul duwur mendem jero, itu filsafat kebangsaan yang harus dijadikan rujukan kita,” ujarnya.

Menurut Sultan, para pemimpin bangsa hadir dalam konteks geopolitik dan tantangan yang berbeda di tiap era. Tidak ada kepemimpinan yang steril dari kompromi realpolitik dan tekanan zamannya.

“Sosok pahlawan nasional itu bukan berarti manusia sempurna. Mereka juga manusia biasa, demikian pula para presiden kita di masa lalu,” katanya.

Karena itu, ia memandang tidak ada kerugian negara jika nama-nama presiden terdahulu maupun tokoh pemimpin bangsa lainnya dipertimbangkan sebagai pahlawan nasional.

“Tidak ada ruginya jika para pemimpin bangsa ini diberikan gelar Pahlawan Nasional,” ujar Sultan.

Menutup pernyataannya, Sultan menyentil mentalitas generasi pascareformasi yang menurutnya terlalu asyik meneliti kekurangan para pemimpin masa lalu, tanpa menyadari bahwa banyak kemapanan demokrasi dan ruang kritik hari ini berdiri dari fondasi kerja mereka.

“Tidak pantas kita yang hanya mengisi kemerdekaan ini memperdebatkan sisi lemah para pemimpin yang telah berjasa. Bangsa yang besar adalah bangsa yang pandai menghargai jasa para pemimpinnya,” tutup Sultan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *