KPK Akan Jerat Pihak Yang Halangi Penyidikan Kasus Suap Benur

[ad_1]


Telegraf – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengultimatum para pihak untuk tidak mencoba menghalangi penyidikan kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur yang menjerat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

KPK tak segan untuk menjerat para pihak yang sengaja menghalangi penyidikan kasus ini dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi.

“Kami mengingatkan pihak-pihak yang dengan sengaja merintangi penyidikan perkara ini, KPK tidak segan untuk menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor,” tegas Plt Jubir KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (06/03/2021).

Selain itu, KPK juga mengultimatum para saksi untuk koperatif dengan memenuhi panggilan pemeriksaan penyidik. Ultimatum ini disampaikan lantaran dari 12 saksi yang dijadwalkan diperiksa pada Jumat (05/03/2021) kemarin, sebanyak tujuh saksi mangkir atau tak hadir tanpa memberikan keterangan apapun kepada penyidik.

Ketujuh saksi yang mangkir itu salah satunya Iis Rosita Dewi, anggota Komisi V DPR dari Fraksi Gerindra yang juga istri Edhy Prabowo.

Saksi lainnya, yakni M Ridho (karyawan swasta), M Sadik (pensiunan PNS); Siti Maryam (mahasiswi), Randy Bagas Prasetya (staf hukum operasional BCA), Lies Herminingsih (notaris), dan Ade Mulyana Saleh (wiraswasta).

“KPK mengimbau dan mengingatkan dengan tegas kepada pihak-pihak yang telah dipanggil secara patut menurut hukum untuk kooperatif hadir memenuhi panggilan tersebut,” katanya.

Dalam kesempatan ini, KPK juga mengimbau siapapun yang mengetahui aset milik Edhy Prabowo dan tersangka lainnya untuk menyampaikannya kepada KPK.

“KPK juga mengimbau kepada pihak-pihak yang diduga mengetahui adanya aset-aset milik Tersangka EP (Edhy Prabowo) dan kawan-kawan untuk kooperatif segera menyampaikan pada KPK,” terangnya.

KPK diketahui sedang menelusuri aliran uang dari kasus suap ini. Diduga uang suap yang diterima Edhy Prabowo dan tersangka lainnya telah berubah bentuk menjadi aset atau dipergunakan untuk kepentingan pribadi lainnya.

Diketahui, KPK menetapkan Edhy Prabowo selaku Menteri Kelautan dan Perikanan bersama dua staf khususnya Safri dan Andreau Pribadi Misanta, sekretaris pribadinya bernama Amiril Mukminin, pengurus PT Aero Citra Kargo (PT ACK) bernama Siswadi serta staf istri Menteri Kelautan dan Perikanan bernama Ainul Faqih, sebagai tersangka penerima suap terkait izin ekspor benur. Sementara tersangka pemberi suap adalah Chairman PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP), Suharjito.

Edhy Prabowo dan lima orang lainnya diduga menerima suap dari Suharjito dan sejumlah eksportir terkait izin ekspor benur yang jasa pengangkutannya hanya dapat menggunakan PT Aero Citra Kargo.

Kasus itu bermula pada 14 Mei 2020. Saat itu, Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk kedua staf khususnya, Andreau Pribadi Misanta dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

Selanjutnya, pada awal bulan Oktober 2020, Suharjito datang ke lantai 16 kantor KKP dan bertemu dengan Safri. Dalam pertemuan tersebut, terungkap untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.

Atas kegiatan ekspor benih lobster yang dilakukannya, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564. Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, sebagian uang tersebut, yakni sebesar Rp 3,4 miliar ditransfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih selaku staf khusus istri menteri Edhy. Uang itu, diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya IIs Rosita Dewi, Safri, dan Andreu Pribadi Misanta.

Uang itu digunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy Prabowo dan Iis Rosita Dewi di Honolulu AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Sejumlah barang mewah yang dibeli Edhy dan istrinya di Hawaii, di antaranya jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.


Photo Credit: Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) mengenakan baju tahanan seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 25 November 2020. KPK menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka setelah ditangkap di Bandara Soekarno Hatta terkait dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster. ANTARA/Indrianto Eko Suwarno

 



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version