KPK Tetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Sebagai Tersangka

Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) dan Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) di gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (14/1). (VOA/Fathiyah)

[ad_1]

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam konferensi pers virtual Sabtu dini hari (27/2) mengatakan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah diduga menerima gratifikasi terkait pengadaan barang, jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di Sulawesi Selatan.

“Berdasarkan keterangan para saksi dan bukti yang cukup, maka KPK berkeyakinan bahwa tersangka dalam perkara ini sebanyak tiga orang. Pertama sebagai penerima, yaitu saudara NA (Nurdin Abdullah) dan saudara ER (Edy Rahmat). Sedangkan sebagai pemberi, saudara AS (Agung Sucipto),” kata Firli.

Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) dan Ketua KPK Firli Bahuri (kanan) di gedung MPR/DPR, Jakarta, Selasa (14/1). (VOA/Fathiyah)

Firli mengatakan ketiga tersangka itu langsung ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 27 Februari hingga 18 Maret 2021.

Nurdin Abdullah akan mendekam di Rumah Tahanan Cabang KPK di Guntur, Edy Rahmat ditahan di Rutan Cabang KPK pada kavling C1, dan Agung Sucipto di Rutan KPK Gedung Merah Putih.

OTT Dilakukan Atas Masukan Warga

Firli menjelaskan tim KPK telah menangkap enam orang pada Jumat (26/2) dalam operasi yang dimulai sejak pukul 23.00 WITA hingga kemarin dini hari. Keenam orang itu dibekuk di tiga tempat berbeda di Sulawesi Selatan.

Di rumah dinas Gubernur Sulawesi Selatan, tim KPK menangkap Nurdin Abdullah (NA), SB (ajudan dari Nurdin Abdullah), Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat (ER), IF (sopir dari keluarga ER), Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto (AS), dan NY (sopir dari AS).

Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menjelaskan upaya pengendalian penyebaran virus corona dalam diskusi daring oleh BNPB Indonesia, Rabu, 10 Juni 2020. (Foto: Screengrab)
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menjelaskan upaya pengendalian penyebaran virus corona dalam diskusi daring oleh BNPB Indonesia, Rabu, 10 Juni 2020. (Foto: Screengrab)

Firli menambahkan operasi tangkap tangan itu dilancarkan setelah pada Jumat (26/2) tim KPK menerima informasi dari masyarakat Sulawesi Selatan bahwa akan ada dugaan pemberian uang oleh Agung Sucipto kepada Nurdin Abdullah melalui Edy Rahmat, juga merupakan orang kepercayaan dari Nurdin Abdullah.

Sekitar pukul 22.24 WITA, Agung Sucipto bersama sopirnya IF menuju salah satu restoran di Kota Makassar dan di sana sudah ada Edy Rahmat sedang menunggu keduanya. Mereka kemudian pergi bersama-sama menuju Jalan Hasanuddin, Makassar. Agung Sucipto semobil dengan Edy Rahmat, sedangkan IF mengemudikan mobil Agung sendirian.

Dalam perjalanan itulah, Agung Sucipto menyerahkan proposal terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur untuk Tahun Anggaran 2021 di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Lalu sekitar jam 21.00 WITA, IF kemudian mengambil koper yang diduga berisi uang dari dalam mobil milik Agung Sucipto yang kemudian dipindahkan ke dalam bagasi mobil kepunyaan Edy Rahmat.

Sekitar pukul 23.00 WITA tim KPK menangkap Agung Sucipto saat dalam perjalanan menuju Kabupaten Bulukumba. Kemudian sekitar jam 00:00 WITA, tim KPK juga membekuk Edy Rahmat dan menyita uang senilai Rp2 miliar dalam koper di rumah dinasnya. Lantas pada Sabtu (27/2) sekitar pukul 02.00 WITA, tim KPK menangkap Nurdin Abdullah dari rumah dinasnya.

Menurut Firli, Agung Sucipto sudah lama mengenal Nurdin Abdullah. Dia sudah pernah mengerjakan beberapa proyek di Kabupaten Sinjai dan Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Sejak Februari 2021, Agung Sucipto aktif berkomunikasi dengan Edy Rahmat untuk memastikan afar mendapatkan kembali beberapa proyek infrastruktur untuk Tahun Anggaran 2021. Dalam beberapa komunikasi tersebut, diduga ada tawar menawar fee buat masing-masing proyek.

Firli menambahkan Nurdin Abdullah juga diduga menerima uang dari beberapa kontraktor lainnya, termasuk Rp200 juta di akhir 2020, Rp1 miliar melalui SB pada pertengahan bulan ini, Rp2,2 miliar melalui SB di awal bulan ini.

Menanggapi penetapan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus korupsi, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Agus Sunaryanto membenarkan Nurdin selama ini dikenal sebagai kepala daerah yang inovatif dan antikorupsi. Karena itu ICW semula berharap Nurdin menjadi contoh bagi kepala-kepala daerah lainnya dalam hal pengelolaan pemerintah daerah yang antirasuah.

“Tentu ini (penetapan Nurdin Abdullah menjadi tersangka kasus korupsi) jadi antiklimaks buat Pak Nurdin yang selama ini kariernya menurut saya cukup moncer dan image positifnya begitu luar biasa,” ujar Agus.

Agus menambahkan berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, ada sekitar 300 kepala daerah yang terlibat kasus korupsi. Dia menyayangkan Nurdin sekarang menjadi salah satu diantara mereka.

Menurutnya, tinggginya biaya politik dalam proses pemilihan kepala daerah menjadi salah satu penyebab banyak mereka yang sudah terpilih berpotensi tersandung perkara rasuah. [fw/em]

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *