Membangun Inklusi Saat Pandemi

[ad_1]


Telegraf – Orang-orang difabel merupakan bagian dari kelompok rentan. Mereka punya potensi bila mendapatkan kesempatan berkembang. Tentu mereka punya cara berbeda atau khusus untuk mengembangkan bakat. Sumbangan mereka bagi peradaban beragam

Stephani Handojo sudah tak lagi menjadi atlit. Medali emas yang pernah dia raih untuk nomer 50 meter gaya dada pada ajang Special Olympics Summer Games 2011 di Athena tersimpan rapi. Sampai setahun setelah pandemi Covid-19 melanda, Fani masih aktif menjalakan berbagai kegiatan kesukaanya.

“Kak, Fani melakukan beraktivitas kegiatan selama pandemi ini seperti: Merajut, ikut zoom online/ webinar, ikut persekutuan doa anak-anak muda di komunitas gereja,” tuturnya lewat aplikasi pesan WhatsApps, Minggu, (04/04/2021).

Selain itu, tambah Fani, tiap hari Sabtu dia ikut senam pagi bersama di Special Olympics Indonesia. Pergaulan dengan orang-orang dengan berbagai latarbelakang dan profesi itulah yang membuatnya belajar tentang inklusi.

Lewat gerakan inklusi, orang-orang yang terlahir dalam kondisi disabilitas intelektual beraktifitas bersama dengan mereka yang hidup tidak dalam kondisi difabel. Wujudnya bisa macam-macam baik olah raga maupun kegiatan lain yang merupakan sebuah unified team.

Lewat interaksi seperti itu, Fani bisa mengembangkan bakatnya setelah tidak lagi mengikuti ajang perlombaan. Kini dia punya kemampuan menjadi host berbagai acara online. Down Syndrome Cooking & Talent Celebration.

Stephani Handojo. ABC.NET.AU

“Tentunya Fani sangat senang sekali karena ini pengalaman baru buat Fani,” tuturnya terus terang.

Kampanye gerakan inklusi seperti itu ternyata menggugah minat orang-orang muda. Misalnya saja Stany Luvita Sari, seorang warga Kota Pontianak. Dia sengaja meluangkan waktu menjadi peserta sebuah webinar bertajuk Creative Digital Campaign yang digelar Youth Soina, sebuah perkumpulan anak muda yang diorganisir Special Olympics Indonesia (SO Indonesia), pada Sabtu, 3 April 2021.

“Karena menurutku pribadi mereka itu orang-orang spesial yang bahkan lebih baik dibanding orang-orang normal pada umumnya,” tuturnya lewat aplikasi pesan saat penulis menanyakan alasan keikutsertaanya.

Karyawati sebuah instansi pendidikan itu merasa kagum dengan orang difabel intelektual. Di matanya, mereka berjuang terus dalam segala keterbatasan yang dimiliki sejak lahir.

“Makanya kagum banget sih sama mereka yang membuat kekurangan itu bukan suatu halangan untuk berkarya,” tambahnya lagi.

Lantaran tak tahu mesti bagaimana bila ingin ikut serta dalam kegiatan inklusi, sebagaimana telah banyak dilakukan orang-orang muda di kota-kota lain, Stany pun mengirim pertanyaan ke forum webinar itu. Tak selang lama, jawaban pun segera dia dapatkan. Dia pun berencana mengikuti petunjuk itu.

Kesadaran orang muda akan keberadaan disabiltas intelektual di mata Nurul Wara Firda, Direktur Aktifitas Pemuda, Special Olympics Indonesia, masih kurang. Hal itu setidaknya dia rasakan hingga menjelang datangnya pandemi. Padahal orang-orang itu itu diharapkan menjadi tonggak perubahan yang akan menempatkan orang-orang difabel pada posisi yang lebih baik.

Perubahan cara bergaul akibat pandemi panjang bukan penghalang. Firda malah memanfaatkannya untuk menggelar rangkaian kegiatan untuk meningkatkan dukungan orang muda. Pilihannya jelas lewat dunia maya karena orang muda menghabiskan sebagian terbesar waktunya di situ.

Lima seri webinar yang digelar, menurutnya, sengaja dirancang untuk memenuhi minat orang muda di dunia media sosial (medsos), mencakup dasar pembuatan konten, algoritma untuk merangsang kreatifitas.

“Setelah itu barulah kami masukkan materi inklusi,” tuturnya mengakhiri pembicaraan.

Puluhan orang muda lantas mendaftar ikut serta mengikuti rangkaian acara webinar yang sengaja ditata sedemikian rupa agar tumbuh kesadaran menerima orang difabel sebagai bagian dari keberagaman.

Special Olympics Indonesia sendiri hanya sebuah wadah bagi untuk menyalurkan hak anak difabilitas intelektual berolah raga.

“Dengan berolahraga mereka akan mencapai kebugaran, dari sanalah orang tua akan tahu apa sesungguhnya bakat yang ada dalam diri sang anak,” ujar Ine Kharisma, narasumber seri kelima rangkaian web binar itu.

Stephani merupakan salah seorang contoh bagaimana dia berkembang setelah sukses di dunia olahraga. Tak semua mesti seperti dia, olah raga bagi difabilitas intelektual tidak untuk mengejar prestasi semata. Di sini ditekankan semua bisa jadi pemenang. Bila seseorang tak menang, masih banyak kesempatan diberikan untuk terus mencoba. (Donny Iswandono)


Photo Credit: Inspirasi Tanpa Henti Dari Atlet Berprestasi Indonesia Stephanie Handojo. FILE/Republika

 

Latest posts by A. Chandra S. (see all)



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version