#  

Membidik Investasi Hijau dari Amerika

[ad_1]

INFO NASIONAL — Terpilihnya Joe Biden dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat November lalu menjadi peluang bagi Indonesia untuk membidik investasi terkait pembangunan yang lebih memperhatikan lingkungan.

Indonesia bisa memanfaatkan peluang carbon market (perdagangan karbon),  mendorong green investment (investasi hijau) untuk meningkatkan lapangan pekerjaan, dan memperluas kerja sama ilmiah.  “Hal ini berpotensi meningkatkan pendanaan di dalam mekanisme multilateral,” ujar Direktur Pembangunan Ekonom idan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, Agustaviano Sofjan, dalam Dialog Industri Tempo, Jumat, 4 Desember 2020.

Menurut dia, kemungkinan tersebut muncul setelah Biden memilih John Kerry sebagai utusan khusus presiden untuk perubahan iklim. Upaya ini menggarisbawahi komitmen Biden untuk mengatasi pemanasan global yang bertolak belakang dengan kebijakan pendahulunya, Donald Trump.

Kementerian Keuangan berpandangan komitmen Joe Biden melakukan investasi hijau, menjadi peluang masuknya investasi AS untuk membiayai sejumlah proyek besar yang menunjang bauran energi nasional.  

“Biden sudah menyelaraskan keinginan meningkatkan investasi hijau. Ini bias menjadi peluang bagi Indonesia untuk menawarkan investasi hijau, misalnya termasuk geothermal, tenaga solar dan sumber terbarukan lainnya,” kata Noor Syaifudin dari Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal (PKPPIM BKF) Kemenkeu.

Di sisi lain Indonesia harus jeli terhadap kebijakan luar negeri AS di bawah pemerintahan Joe Biden yang diprediksi menambah tekanan terkait isu lingkungan. Biden akan kembali membawa AS kepada Perstujuan Paris (Paris Agreement), kesepakatan global dalam mengawal reduksi emisi karbon.

Salah satu komitmen negara-negara yang ikut dalam Persetujuan Paris yakni Nationally Determined Contribution (NDC),  peta jalan sebuah negara melakukan transisi pembangunan menjadi rendah emisi dan berketahanan iklim. Indonesia telah menetapkan dalam dokumen NDC sebesar 29-41 persen pada 2030. “Masalahnya, apakah NDC kita saat ini berbeda dengan yang lama?,” kata Dudi Rulliadi, sejawat Noor di PKPPIM BKF.

Saat ini Pemerintah Indonesia sedang memproses pembaruan NDC, walaupun tidak ada kenaikan target kuantitatif dari mitigasi. Kembalinya AS kepada Peretujuan Paris akan menguatkan persekutuan dengan negara-negara Eropa, “Ada tantangan, Indonesia akan dituntut lebih tinggi pada target NDC, maka kita siap-siap kalau diminta,” ujar Direktur Environment Institute/Ketua Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIKI)Mahawan Karuniasa.

Mahawan berpendapat Indonesia bisa menggunakan isu pendanaan hijau untuk menarik investasi di sektor energi.  Di dalam NDC, sektor kehutanan menjadi sumber utama pengendalian emisi hingga 2020, sedangkan pada 2020-2030 sektor energi baru terbarukan lebih diperhitungkan. Saat ini momen yang tepat untuk melakukan transisi energi dari bahan bakar fosil kepada energi baru terbarukan. “Ini adalah momentum untuk meningkatkan pendanaan hijau. Sudah waktunya membangun kemitraan yang lebih kuat dengan AS,” katanya.(*)



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version