[ad_1]
Menyusutnya jumlah jamaah sholat tarawih di masjid bukanlah fenomena baru. Ya, begitulah adanya dari Ramadhan ke Ramadhan.
Baca Juga: Sejarah Salat Tarawih dan Bacaan Niatnya
Menurut Ustaz Hanif Luthfi, pengajar Rumah Fiqih Indonesia,tentu seharusnya kita bersyukur karena Ramadhan tahun ini jamaah tarawih sudah dibolehkan lagi dengan tetap menaati protokol kesehatan. Semoga wabah ini segera berakhir dengan sebaik-baiknya.
“Kita ingat tahun lalu, Ramadhan benar-benar berbeda. Sholat Jumat saja ditiadakan, apalagi sholat tarawih,” kata Ustaz Hanif Luthfi.
Ramadhan dan tarawih di Indonesia sangat terasa sekali euforianya. Terkhusus shalat Isya’, masjid mendapatkan penambahan jamaah yang cukup signifikan dari mereka yang biasanya jarang ke masjid. Baik jamaah ibu-ibu, remaja dan anak kecil.
Kata Ustaz Hanif Luthfi, kita bisa melihat fenomena itu dari dua sudut pandang, sudut pandang husnuzzhon dan su’zhon.
Dari sudut pandang su’zhon, jamaah menyusut itu bisa diartikan semangat untuk ibadah tarawih Ramadhan itu hanya sekadar euforia di awal saja. Ketika sudah masuk hari ke-7, semangat itu sudah pudar. Mereka hanya ikut-ikutan aja.
Tapi selain sudut pandang su’zhon ini, masih banyak sudut pandang husnuzhon yang kita bisa tempuh.
Pertama, mungkin mereka sekarang lebih suka sholat sunnah di rumah.
Sebagaimana dalam kisah shalat sunnahnya Nabi pada malam Ramadhan, justru saat Nabi tak keluar ke masjid, Nabi menyebutkan bahwa sebaik-baiknya shalat sunnah itu dilakukan di rumah. Sebagaimana hadits:
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْبَزَّازُ حَدَّثَنَا مَكِّيُّ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِنْدٍ عَنْ أَبِي النَّضْرِ عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّهُ قَالَ احْتَجَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ حُجْرَةً فَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ مِنْ اللَّيْلِ فَيُصَلِّي فِيهَا قَالَ فَصَلَّوْا مَعَهُ لِصَلَاتِهِ يَعْنِي رِجَالًا وَكَانُوا يَأْتُونَهُ كُلَّ لَيْلَةٍ حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةٌ مِنْ اللَّيَالِي لَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَنَحْنَحُوا وَرَفَعُوا أَصْوَاتَهُمْ وَحَصَبُوا بَابَهُ قَالَ فَخَرَجَ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُغْضَبًا فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ مَا زَالَ بِكُمْ صَنِيعُكُمْ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنْ سَتُكْتَبَ عَلَيْكُمْ فَعَلَيْكُمْ بِالصَّلَاةِ فِي بُيُوتِكُمْ فَإِنَّ خَيْرَ صَلَاةِ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ إِلَّا الصَّلَاةَ الْمَكْتُوبَةَ
Telah menceritakan kepada Kami [Harun bin Abdullah Al Bazzar] telah menceritakan kepada Kami [Makki bin Ibrahim] telah menceritakan kepada Kami [Abdullah yaitu Ibnu Sirin bin Abu Hindun] dari [Abu An Nadhr] dari [Busr bin Sa’id] dari [Zaid bin Tsabit] bahwa ia berkata; Rasulullah shallAllahu wa’alaihi wa sallam membuat sebuah ruangan di masjid, beliau keluar pada malam hari dan melakukan shalat padanya. Zaid berkata; kemudian orang-orang melakukan shalat bersama beliau dengan sholat beliau. Mereka datang setiap malam hingga ketika suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar kepada mereka, kemudian mereka berdehem dan mengeraskan suara mereka, dan melempar pintu beliau menggunakan kerikil. Zaid berkata; kemudian beliau keluar menemui mereka dalam keadaan marah seraya berkata: “Wahai manusia, masih saja apa yang kalian lakukan hingga aku mengira shalat tersebut diwajibkan atas kalian, hendaknya kalian melakukan sholat di rumah kalian, sesungguhnya sebaik-baik sholat seseorang adalah di rumahnya kecuali sholat wajib.” (HR. Abu Dawud)
Kedua, husnuzhon kita adalah bisa jadi mereka lebih suka untuk sholat malam di akhir waktu. Sebagaimana perkataan Umar bin Khattab sendiri saat mengumpulkan sholat tarawih di belakang satu Imam, yaitu Ubay bin Ka’ab di awal malam, seperti tarawih hari ini.
Beliau mengatakan bahwa sholat malam yang dilakukan setelah tidur itu lebih utama dari yang dilakukan awal malam. Sebagaimana hadis shahih:
وَعَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلَاةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ وَالَّتِي يَنَامُونَ عَنْهَا أَفْضَلُ مِنْ الَّتِي يَقُومُونَ يُرِيدُ آخِرَ اللَّيْلِ وَكَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ أَوَّلَهُ
Dari Ibnu Syihab dari ‘Urwah bin Az Zubair dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qariy bahwa dia berkata; “Aku keluar bersama ‘Umar bin Al Khaththob radliallahu ‘anhu pada malam Ramadhan menuju masjid, ternyata orang-orang shalat berkelompok-kelompok secara terpisah-pisah, ada yang shalat sendiri dan ada seorang yang shalat diikuti oleh ma’mum yang jumlahnya kurang dari sepuluh orang. Maka ‘Umar berkata: “Aku pikir seandainya mereka semuanya shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang imam, itu lebih baik”. Kemudian Umar memantapkan keinginannya itu lalu mengumpulkan mereka dalam satu jama’ah yang dipimpin oleh Ubbay bin Ka’ab.
Kemudian aku keluar lagi bersamanya pada malam yang lain dan ternyata orang-orang shalat dalam satu jama’ah dengan dipimpin seorang imam, lalu ‘Umar berkata: “Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini. Dan shalat yang mereka lakukan dengan tidur terlebih dahulu (pent. tahajjud) itu lebih baik daripada yang shalat awal malam, yang ia (Umar) maksudkan adalah shalat di akhir malam, sedangkan orang-orang secara umum melakukan shalat pada awal malam. (HR. Al-Bukhari)
Ketiga, husnuzhon kita adalah mereka akan balik sholat ke masjid nanti 10 malam terakhir Ramadhan dalam rangka menjemput Lailatul Qadar.
Tapi selain mengetahui alasan mereka tidak datang ke masjid lagi untuk shalat tarawih setelah hari ke-7, ada yang lebih penting lagi, yaitu kriteria kebaikan.
Jika kita sedang dalam kebaikan, jangan sampai kebaikan itu menjadikan kita merasa lebih banyak pahalanya dan memandang rendah mereka yang tidak ikut tarawih seperti kita.
Tak sholat tarawih di masjid itu tidak selalu dimaknai kejelekan. Bisa jadi mereka sedang makan-makan bersama anggota keluarganya di luar. Membahagiakan anak istrinya juga kebaikan.
Ada pula yang tidak tarawih karena sedang tugas jaga shift malam. Dia bekerja dalam rangka mencari nafkah keluarganya, itu juga kebaikan. Semoga kita bisa Istiqomah dalam kebaikan.
Baca Juga: Gus Baha Tentang Tarawih Kilat, 20 Rakaat 7 Menit Itu Terlalu!
(rhs)
[ad_2]
Sumber Berita