[ad_1]
Deferred Action for Childhood Arrivals disingkat DACA, adalah program yang melindungi para pemuda yang dibawa ke Amerika ketika mereka masih kecil. Orang-orang yang terlindung program itu tidak akan dideportasi dan diberi kesempatan bekerja di Amerika, satu-satunya negara yang dikenal para pemuda itu.
Presiden Trump sempat mengusahakan program itu, yang dimulai semasa pemerintahan Presiden Obama, dihentikan. Namun upaya itu dicegah Mahkamah Agung. Kini, Presiden Joe Biden sudah mengeluarkan keputusan yang memungkinkan semua penerima DACA tetap berada di Amerika.
Namun, keputusan Presiden Biden itu dinilai tidak cukup oleh penerima DACA.
“Kita belum ada kartu hijau. Kita masih DACA. Tapi kalau Biden mau pass the law untuk DACA people (supaya) ada kartu hijau, itu lebih baik untuk kita,” kata Dinanda Pramesti.
Dinanda Pramesti, biasa dipanggil Dinda, adalah satu dari (diperkirakan) sampai 800 ribu orang muda di Amerika yang disebut sebagai penerima DACA. Ia dibawa orangtuanya ke Amerika lebih dari 19 tahun lalu, ketika ia berumur 6 tahun.
Dinda, usia 25 tahun dan tinggal di Virginia, menyambut baik kebijakan imigrasi Biden terhadap penerima DACA. Ia berharap, kebijakan itu tidak hanya berupa keputusan, tetapi ada undang-undang yang memungkinkan penerima DACA mendapat apa yang disebut sebagai ‘kartu hijau’. Berbekal kartu tersebut, orang di Amerika boleh menetap dan bekerja, bahkan pada akhirnya bisa menjadi warga negara.
“Kita berharap, Joe Biden is working on it (mengupayakannya).”
Harapan yang sama disampaikan Jesaya Mozes, usia 19 tahun. Mahasiswa yang tinggal di Maryland itu merasa Amerika adalah rumahnya karena ia dibawa orangtuanya ketika ia berusia tiga tahun.
Menurut pengacara keimigrasian Haroen Calehr yang berpraktik di Houston, Texas, pemerintah kini sudah menyisipkan rancangan undang-undang yang lebih komprehensif dan sudah diajukan ke Kongres, yang meminta agar ada solusi yang tetap bagi penerima DACA.
Haroen Calehr mengatakan, “DACA ini harus diberikan kesempatan untuk mengajukan kartu hijau, jadi, izin tinggal tetap, kemudian akhirnya bisa mengajukan kewarganegaraan bila mereka berminat atau naturalisasi.”
Menurut Calehr, penerima DACA tidak bisa disalahkan karena mereka dibawa orangtuanya ketika masih kecil sehingga hanya tahu Amerika sebagai negara mereka. “Ya, tidak adil kalau mereka tidak dikasih kesempatan untuk ‘memutihkan diri’,” ujarnya.
Pemutihan, Calehr mengatakan, memang kata yang tabu. Tetapi, menurutnya, penerima DACA perlu diberi kesempatan untuk mempunyai status keimigrasian yang lebih baik. Para pemuda itu, ia menambahkan, tumbuh besar di Amerika, bersekolah, bekerja dan membayar pajak.
RUU reformasi keimigrasian yang kini berada di tangan Kongres juga meminta agar ada jalur menuju kewarganegaraan dalam delapan tahun bagi imigran gelap, yang jumlahnya diperkirakan antara 11 juta dan 12 juta.
Sementara menunggu keputusan yang membuat status mereka lebih pasti dalam empat tahun ini, penerima DACA mengaku lega atas reformasi imigrasi Biden, karena situasi mereka lebih baik dari sebelumnya.
“Saya sangat lega. I am definitely relieved,” pungkas Dinda. [ka/jm]
[ad_2]
Sumber Berita