#  

Pengamat: Covid-19 Memperburuk HAM yang Sudah Buruk

[ad_1]

Jakarta, Gatra.com – Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Papang Hidayat, menyebut bahwa pandemi Covid-19 memperburuk HAM yang sudah buruk. Hal itu ia sampaikan dalam webinar ILUNI UI dalam rangka memperingati hari HAM se-Dunia yang jatuh pada Kamis (10/12).

Awalnya, Papang mengatakan bahwa perayaan ini adalah tahun ke-72 setelah deklarasi universal HAM yang digelar di San Fransisco, California, Amerika Serikat. Pada perjalanannya, penegakan HAM memang tak mudah.

Papang menjelaskan, titik terendah penegakan HAM terjadi pada 1945. Saat itu, ia menyebut dunia dalam kondisi horor luar biasa. Praktik fasisme begitu kencang, bahkan ada tragedi Holokaus, pembantaian terhadap enam juta penganut Yahudi oleh Jerman Nazi yang dipimpin Adolf Hitler.

“[Pelanggaran HAM] bukan karena adanya tindakan kriminal, tapi karena punya identitas tertentu, ras, warna kulit, orientasi seksual yang berbeda,” kata Papang.

Selanjutnya, Papang menyatakan bahwa Sekjen PBB justru menyebut situasi HAM pasca-deklarasi universal berada dalam periode terburuk, sebelum pandemi ini melanda. Tepatnya pada lima tahun sebelum Covid-19 menjangkiti dunia, masyarakat menyaksikan adanya sentimen politik, khususnya yang dilakukan politisi intoleran.

Sentimen itu terjadi di banyak negara, termasuk Indonesia. Misalnya, di India terdapat pemerintahan dengan ekstrem kanan Hindu yang dipimpin oleh Narendra Modi yang merupakan Perdana Menteri India. Papang juga menyontohkan era kepemimpinan Donald Trump di Amerika.

“Trump yang menentang isu HAM, sama seperti Soeharto. Itu periode terburuk,” ujarnya.

Keadaan semakin parah ketika Covid-19 datang. Virus ini, kata Papang, tidak mendiskriminasi orang, atau siapapun akan bisa tertular virusnya. Masalahnya, efek manusia yang merespons Covid-19 itu justru diskriminatif.

“Kelompok marginal mengalami penderitaan yang lebih, orang dari status ekonomi sosial bawah menderita, perempuan kelas menengah ke bawah menderita, disabilitas juga menderita. Covid-19 memperburuk HAM yang sudah buruk,” katanya.

Meski begitu, negara dan juga masyarakat harus tetap optimistis dan terus menegakkan HAM dalam kehidupan sehari-hari. Papang melihat, setelah 72 tahun deklarasi, turunan dari HAM sudah banyak.

Di Indonesia, ada Yogyakarta Principles, yakni prinsip-prinsip Yogyakarta tentang penerapan hukum HAM internasional dalam kaitannya dengan orientasi seksual dan identitas gender.

“Satu prinsip nonlegally banding di internasional, di Indonesia diharamkan, tapi diacu pengadilan HAM negara lain, Eropa juga, mungkin badan-badan internasional. Karena isinya luar biasa,” katanya.


Reporter: Erlina Fury Santika

Editor: Iwan Sutiawan


[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version