#  

Pilpres 2 Paslon Berdampak Negatif, Begini Solusi Pakar UGM

[ad_1]

Yogyakarta, Gatra.com –  Keinginan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) bahwa pemilihan presiden (pilpres) 2024 hanya diikuti dua pasangan calon bisa berdampak pada polarisasi politik seperti pada 2014 dan 2019. Konvensi calon presiden oleh koalisi partai bisa jadi solusi. 

Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies, Nyarwi Ahmad, menilai pernyataan soal dua paslon di pilpres 2024 oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto itu sebenarnya positif dari perspektif efisiensi proses penyelenggaraan pemilu.

“Karena proses pemilu berlangsung hanya satu tahap dan jangka waktunya lebih pendek. Juga menghemat biaya dan sumber daya penyelenggaraan pemilu,” kata pengajar di Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, Minggu (30/5).

Namun, kata Nyawi, ide itu juga negatif dari aspek inklusivitas peluang para elit yang potensial maju di pilpres dan mendapatkan dukungan luas tapi berpotensi tak diajukan oleh parpol.

“Ide tersebut berdampak negatif ke mereka karena bukan tidak mungkin panggung pilpres nantinya hanya menjadi ruang kompetisi untuk segelintir elit yang berkuasa di parpol atau kalangan tertentu yang mendapat dukungan kuat serta memiliki kedekatan personal dengan elit-elit kunci di parpol,” paparnya.

Selain itu, menurut Nyarwi, pengalaman pilpres 2014 dan 2019 menunjukkan pertarungan sengit antara dua pasangan capres-cawapres membuka peluang menguatnya arus polarisasi politik, khususnya berbasis agama.

“Adanya dua pasangan dalam Pilpres 2024 mendatang sebenarnya tidak masalah, asal parpol-parpol atau koalisi parpol pengusung melakukan proses seleksi pasangan capres-cawapres tersebut secara transparan, inklusif, dan demokratis dengan mengakomodasi pendapat publik,” tuturnya.

Nyarwi menyatakan model seleksi tersebut dapat berupa konvensi. Namun konvensi ini berbeda dengan model konvensi saat pilpres 2004 dan 2009. “Konvensi capres ini tidak dilakukan pada level organisasi parpol, seperti oleh Partai Golkar dalam Pilpres 2004 dan Partai Demokrat dalam Pilpres 2009,” kata dia.

Menurutnya, konvensi dilakukan oleh koalisi parpol yang hendak mengusung pasangan capres. Konvensi ini tidak ditujukan untuk menutup peluang publik untuk mendapatkan sosok pasangan.

Konvensi digelar melalui sejumlah indikator, seperti kecocokan antara orientasi ideologi kandidat dengan ideologi parpol, potensi kontribusi kandidat tersebut untuk mewujudkan cita-cita ideologi dan kebijakan-kebijakan publik yang menjadi prioritas parpol. “Indikator-indikator ini perlu diketahui oleh publik secara luas,” katanya.

Nyarwi menyatakan setiap tahap konvensi juga harus transparan dan akuntabel serta mempertimbangkan dinamika pendapat publik, khususnya terkait profil personal, karakter, dan kapasitas pasangan capres-cawapres.

“Mekanisme konvensi capres cawapres juga dilakukan berbasis pada prinsip-prinsip demokratis dan mengedepankan inklusifitas sehingga memberikan peluang pada semua kader parpol yang potensial ataupun public figure yang memiliki track record dan kinerja yang bagus,” tuturnya.

Menurutnya Nyarwi, konvensi ini juga diarahkan untuk memilih para capres dan cawapres terbaik yang memiliki profil personal, karakter, integritas dan kompetensi yang bagus.

“Kandidat harus punya pengalaman yang memadai dalam mengelola pemerintahan serta memiliki basis ideologis dan elektoral yang luas dan inklusif, agar dapat diterima di berbagai kalangan ketika kelak dia terpilih,” ujarnya.



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version