Praktik Diplomasi ‘Membumi’ Ala Diplomat Indonesia

[ad_1]


Telegraf – Disampaikan oleh Duta Besar/Wakil Tetap RI di Wina Darmanyah Djumala, bahwa dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi diplomasi, salah satunya adalah reporting, para diplomat harus menyertakan analisa dan penilaian situasi dalam laporan peristiwa di negara setempat. Secara kumulatif pengalaman, pengamatan dan penilaian ini menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi publik dan kemudian dikumpulkan serta diterbitkan dalam satu buku yang mencakup rentang waktu tugas lebih dari 35 tahun dari 17 para diplomat senior Indonesia.

Hal itu dikemukakannya pada saat mengisi acara webinar yang bertema, “Diplomasi: Kiprah Diplomat Indonesia di Mancanegara”, yang diadakan oleh Program Studi Ilmu Hubungan Internasional (HI), FISIP, Universitas Sriwijaya (Unsri) pada Senin, (05/04/2021).

Webinar yang membahas buku mengenai 21 tulisan yang berisi tentang pengalaman 17 diplomat senior dan Duta Besar RI di mancanegara, dalam buku yang dibahas itu, termasuk didalamnya memuat pengalaman praktis yang mencakup pengalaman pelaksanaan tugas pokok diplomasi yaitu representing, negotiating, protecting, promoting, dan reporting.

Apresiasi juga disampaikan oleh Muhammad Sobri, Dekan FISIP Unsri pada saat membuka acara.

“Pandemi Covid-19 memberikan hikmah pelaksanan kegiatan secara daring, sehingga dapat menghadirkan para Duta Besar penulis dan editor buku pada kesempatan ini. Buku juga diyakini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dalam menimba ilmu dan pengalaman para diplomat, sehingga dapat meningkatkan kualitas akademik Indonesia di masa mendatang.” ujarnya.

“Dalam konteks perubahan paradigma pendidikan nasional melalui program Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka, mahasiswa dituntut untuk tidak saja mendalami kajian teoritis, tetapi juga memperkuat mengenai aspek praktis di lapangan. Kesempatan bertemu langung dan berdiskusi dengan para editor buku merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya” imbuh Azhar, selaku pembedah buku.

Semantara itu, Darmansjah Djumala sebagai salah satu editor buku yang dibedah, menekankan bahwa Duta Besar sebagai wakil dari negara, pemerintah, dan Presiden di wilayah negara sahabat menghadapi berbagai isu politik, ekonomi, sosial budaya, dan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) yang kerap menjadi wacana publik di tanah air.

Dalam konteks diplomasi bilateral, Djumala juga mengangkat relevansi politik bebas aktif dan gerakan non-blok ditengah dinamika geopolitik internasional yang dituangkan dalam buku melalui pengalaman para Dubes RI untuk Azerbaijan dan Ukraina.

“Dalam situasi tersebut, Indonesia mempertahankan prinsip politik bebas aktif dan non-blok dengan menjaga hubungan baik dengan semua negara, ditengah tekanan pengaruh negara besar yang terlibat. Sementara dalam aspek diplomasi multilateral yang “membumi”, pengalaman Indonesia sebagai Chairman of the Board of Governors dari IAEA tahun 2017-2018 mendorong penggunaan teknologi nuklir bukan untuk berperang tetapi untuk tujuan damai yang berikan manfaat langsung pada rakyat,” papar Djumala.

Lain dengan Bagas Hapsoro yang juga pernah menjabat sebagi Dubes di Swedia pada (2016-2020) dan juga editor buku dimaksud, mengingatkan arti penting tujuan bernegara.

“Yang jelas tertuang dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, antara lain melindungi bangsa, memajukan kesejahteraan, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Buku juga tekankan pentingnya sifat inklusif diplomasi Indonesia yang merangkul konstituen dalam negeri membentuk Triple Helix (pemerintah-pebisnis-akademisi), serta pentingnya diplomasi “membumi” yang dapat langsung dirasakan oleh masyarakat,” ungkapnya.

“Upaya para Duta Besar RI untuk menarik investasi dan meningkatkan ekspor Indonesia sebagaimana dilakukan oleh para Dubes RI di Mesir, Maroko dan Swedia. Bagas juga soroti upaya kontekstualisasi norma Internasional yang berkembang seperti implementasi toleransi beragama di Vatikan dan keanekaragaman hayati di Finlandia yang relevan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Intinya buku menyoroti upaya diplomasi Indonesia yang hakikatnya adalah memperjuangkan kepentingan nasional,” imbuh Hapsoro.

Sebagai pembedah buku, Azhar juga menyoroti berbagai contoh-contoh aplikatif prinsip politik bebas aktif dan non-blok dalam teori hubungan internasional di dalam buku yang menjadi pembahasan. Beberapa contoh yang diangkat Azhar antara lain pentingnya diplomasi nuklir yang “membumi” ditengah masih lemahnya perjanjian hukum internasional yang ada, aplikasi isu human security dengan menjadikan Indonesia sebagai inspirasi kemajemukan umat beragama dunia melalui peristiwa Deklarasi Roma, upaya perlindungan WNI di luar negeri, berbagi pengalaman proses perdamaian Aceh, serta inisiatif dan upaya para Duta Besar penulis buku dalam memajukan ekspor dan investasi yang dapat digali lebih lanjut oleh Unsri pada kesempatan lain di masa mendatang.


Duta Besar (Dubes) RI untuk Austria dan PBB, Darmansjah Djumala. TELEGRAF

 



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version