[ad_1]
Sarolangun, Gatra.com- Persoalan dalam lingkungan Suku Anak Dalam (SAD) di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, tak ada habisnya hingga saat ini. Teranyar muncul lagi soal tuntutan mereka terkait pengambil alihan lahan hutan yang diklaim mereka sebagai tanah ulayat yang telah jadi perkebunan kelapa sawit PT Sari Aditya Loka (SAL).
Persoalan ini bahkan dilaporkan ke Komisi nasional Hak Azasi Manusia (KomnasHAM), dan Rabu 9 Juni 2021 mereka turun ke Kabupaten Sarolangun tepatnya di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam daerah itu bahkan pertemuan berlanjut bersama Pemerintah Kabupaten Sarolangun beserta jajarannya, Kamis 10 Juni 2021 di Kantor Bupati setempat.
Dari KomnasHAM hadir Komisioner bidang pengkajian dan penelitian, Sandrayati Moniaga, bersama wakil menteri (wamen) ATR/BPN Surya Tjandra, dan Deputi II bidang pembangunan manusia Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan. “Ada lebih kurang 10 ribuan hektare di caplok oleh pihak PT SAL. Kami minta kembalikan tanah ulayat kami,” kata warga SAD bernama Doyet yang mengaku dari kelompok Temenggung Grib.
Selain itu dari Temenggung Kecinto mengatakan, sejak hutan adat dan tanah ulayat mereka berubah menjadi lahan perkebunan, orang rimba kesulitan untuk melanjutkan hidup karena tidak ada tempat untuk tempat mereka berusaha mencari makanan dan berbagai sumber kehidupan sehari-hari. “Kita mau ambil jernang, rotan dan balam sudah hilang semua, bagaimana anak cucu kami akan hidup nantinya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, meski saat ini kondisinya sudah bukan merupakan hutan lagi, mereka meminta agar dikembalikan walaupun tidak semuanya menerimanya.
Hal tersebut katanya sesuai dengan selogan suku anak dalam Tanoh Cilako Tamon, kalo saloh ambik dikembalikan, saloh makon dimuntahkan kalau saloh pakai dilepaskan, urang yang punyo tanah itu yang bertuah, urang yang menanam yang celaka” yang artinya Kalau salah ambil kembalikan, kalau salah makan dimuntahkan, kalau salah pakai dilepaskan.
Terkait hal itu, Sandrayati Moniaga mengatakan mereka mengunjungi warga suku anak dalam (SAD) atau orang rimba di Kabupaten Sarolangun ini untuk mendengarkan keluh kesah dan berdialog dengan orang rimba tersebut secara langsung. “Ya, kita datang langsung menemui mereka ini untuk mendengarkan secara langsung apa yang menjadi keluhan bagi mereka,” katanya.
Sandrayati Moniaga menjelaskan bahwa beberapa waktu lalu warga SAD di Provinsi Jambi, tepatnya di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun mengajukan pengaduan ke Komnas HAM terkait hak-hak mereka yang hilang. Untuk menindaklanjuti laporan tersebut, Ia bersama Wamen ATR/BPN dan Deputi II KSP mengunjungi langsung warga SAD yang berada di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.
Dalam kesempatan itu, Komnas Ham, Wamen ATR/BPN dan Deputi II KSP berdiskusi langsung dengan warga SAD tersebut. Warga SAD menuntut agar perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Sari Aditya Loka ( PT SAL), Astra Agro Lestari (PT ASTRA Internasional) mengembalikan hutan adat mereka yang telah berubah menjadi lahan perkebunan.
Sementara itu, Wakil Menteri ATR/BPN Surya Tjandra mengatakan pihaknya akan memfasilitasi permasalahan antara warga SAD dan pihak perusahaan tersebut. Dimana akan dilakukan negosiasi dan mediasi untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut. “Kita akan fasilitasi pemecahan masalahnya, akan kita diskusikan terlebih dahulu bagaimana solusi terbaik bagi kedua belah pihak,” katanya.
Sementara itu Deputi II KSP Abetnego Tarigan mengatakan Ia akan menyampaikan hal tersebut kepada Presiden. Selain mendengarkan keluhan dari warga SAD tersebut Ia juga melakukan monitoring dan evaluasi terkait pendataan kependudukan terhadap orang rimba. Tujuannya agar warga SAD mendapatkan haknya sebagai warga negara Indonesia.
Dan saat ini pendataan terhadap warga SAD ini masih terus dilakukan. Dimana sebagian dari mereka di daerah itu sudah mendapatkan KTP elektronik dan mendapatkan bantuan sosial dari Pemerintah. “Salah satu tujuan kita hadir di tengah-tengah warga SAD di Jambi untuk memastikan pendataan terhadap mereka berjalan dengan baik dan terkait dengan tuntutannya tersebut akan kita koordinasikan terlebih dahulu,” kata Abetnego Tarigan.
[ad_2]
Sumber Berita