Serikat Kebebasan Sipil Amerika ACLU Lantik Presiden Perempuan Pertama

[ad_1]

Seorang profesor di New York University School of Law yang berpengalaman di bidang keadilan rasial dan hak asasi, Deborah Archer, menjadi orang kulit hitam pertama yang terpilih menjadi Presiden American Civil Liberties Union (ACLU) atau Serikat Kebebasan Sipil Amerika ACLU dalam 101 tahun perjalanan organisasi ini.

ACLU pekan lalu mengumumkan bahwa Archer terpilih dalam rapat virtual dewan direktur organisasi itu, yang beranggotakan 69 orang. Ia menggantikan Susan Herman, seorang profesor di Brooklyn Law School yang telah menjabat sebagai presiden sejak tahun 2008.

Sebagai presiden ke delapan di ACLU, yang berdiri sejak tahun 1920, Archer akan bertindak sebagai kepala dewan direktur, mengawasi urusan-urusan organisasi dan menetapkan kebijakan kebebasan masyarakat madani. Perjuangan melawan ketidakadilan rasial diperkirakan akan menjadi prioritas utama.

“Tidak ada tahun lain yang mengungkapkan hal itu pada kita sebagaimana yang terjadi tahun 2020 ini, yang mengungkapkan tentang ketidaksetaraan yang mengakar dalam dan berkepanjangan karena rasisme sistemik. Kegagalan untuk melihat nilai kemanusiaan fundamental warga kulit hitam dan kulit berwarna ini dipaparkan secara terang-terangan di hadapan kita,” katanya.

“Kita melihat bagaimana warga kulit hitam harus mengalami aksi kekerasan dan bahkan kematian di tangan (aparat) negara pada saat yang sama ketika komunitas-komunitas ini terdampak COVID-19 secara tidak proporsional, yang menimbulkan dampak pada kesehatan, pendidikan, ekonomi, keuangan dan sosial akibat pandem ini,” lanjutnya.

Seorang pengamat hukum American Civil Liberties Union mengawasi papan kedatangan penerbangan, ketika puluhan demonstran pro-imigrasi menyambut penumpang internasional yang tiba di Bandara Internasional Dulles, untuk memprotes perintah eksekutif Presiden D

Operasi ACLU sehari-hari akan dikelola oleh direktur eksekutifnya, yang saat ini dijabat oleh Anthony Romero.

Ketika Donald Trump menjabat sebagai presiden antara tahun 2017-2021, ACLU mengajukan 413 gugatan hukum dan langkah hukum lain terhadap pemerintahannya – hal yang belum pernah terjadi sebelumnya – menantang kebijakan-kebijakan terhadap hak-hak imigran, hak memilih dalam pemilu, hak-hak kelompok LGBTQ, keadilan rasial dan isu-isu lain.

Kampanye menentang pemerintahan Trump – dengan mempromosikan iklan “See You In Court“ – meningkatkan dengan pesat jumlah orang yang ingin menjadi anggota dan memberi sumbangan. Menurut Romero, kantor pusat ACLU dan afiliasi-afiliasi di sejumlah negara bagian menerima sumbangan sekitar 175 juta dolar dalam tiga bulan setelah Trump terpilih. Hal ini membantu untuk membayar penambahan staf lebih jauh.

“Saya kira dalam empat tahun terakhir ini, ada begitu banyak saat-saat kelam bagi mereka yang peduli dengan keadilan sosial, hak-hak sipil dan keadilan rasial. Ada begitu banyak saat-saat kelam dan putus asa. Cahaya terang selalu ada ketika ACLU berjuang mendorong dan membela orang-orang ini, jadi sejak bekerja dengan ACLU pada tahun 1990an saya selalu tahu bahwa saya ingin melayani organisasi ini. Menjadi sumber dukungan di mana pun saya dapat membantu memajukan organisasi ini,” kata Deborah.

Prioritas lain di ACLU, tambah Archer, mencakup hak-hak memilih dalam pemilu, mengubah kebijakan imigrasi yang sangat keras yang diberlakukan pemerintahan Trump, hak-hak sipil bagi mereka yang mengidentifikasikan dirinya sebagai LGBTQ, juga upaya bersama untuk mendorong undang-undang anti-aborsi yang mengemuka di banyak negara bagian yang dikuasai Partai Republik.

Setelah lulus dari Yale Law School, di awal karirnya pada tahun 1997-1998, Archer merupakan salah seorang ahli hukum di ACLU. Ia menjadi anggota Dewan ACLU sejak tahun 2009 dan penasehat hukum serta anggota komite eksekutif dewan itu sejak tahun 2017.

Di New York University Law School, Archer menjadi profesor hukum klinis dan sekaligus Direktur Klinik Hak-Hak Sipil. Ia pernah mejadi Ketua Dewan Peninjau Keluhan Warga Sipil di New York, yang menyelidiki dugaan perlakuan buruk polisi; dan juga Asisten Penasehat di Dana Pendidikan dan Pertahanan Hukum NAACP.

American Civil Liberties Union mengadakan unjuk rasa di Capitol Hill untuk menuntut tindakan untuk mengakhiri perpisahan keluarga, penahanan yang tidak manusiawi, dan deportasi, di Washington, AS, 25 Juli 2019. (Foto: REUTERS/Mary F. Calvert)
American Civil Liberties Union mengadakan unjuk rasa di Capitol Hill untuk menuntut tindakan untuk mengakhiri perpisahan keluarga, penahanan yang tidak manusiawi, dan deportasi, di Washington, AS, 25 Juli 2019. (Foto: REUTERS/Mary F. Calvert)

Sebagai anak imigran dari Jamaika, Archer adalah generasi pertama di Amerika dibesarkan di Connecticut. Ia menjadi orang pertama dalam keluarganya yang kuliah. Ia mengatakan kedua orang tuanya mengilhaminya untuk menjadi pengacara hak-hak sipil, dan sejak saat itu perjalanannya itu terus menerus mengingatkannya tentang pentingnya berbuat baik pada orang lain.

“Saya dibesarkan di salah satu negara bagian terkaya di negara ini, dari orang tua yang secara keuangan berjuang untuk menghidupi anaknya, orang tua yang menghadapi diskriminasi karena warga kulit mereka, karena status imigran mereka, dan karena aksen mereka,” paparnya.

“Saya menjadi pengacara hak-hak sipil karena saya ingin memperjuangkan hak-hak dan kecakapan keluarga-keluarga seperti saya untuk hidup dengan martabat dan hormat. Saya ingin berjuang bagi orang-orang seperti saya, agar mereka bisa membuat pilihan, hidup tanpa beban dan hambatan diskriminasi. Itulah yang saya lakukan ketika mulai bekerja di ACLU dan yang saya upayakan sekarang ini,” tambah Deborah. [em]

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *