[ad_1]
Jakarta, Gatra.com – Presiden Joko Widodo berencana membuat Peraturan Presiden mengenai perdagangan karbon. Setidaknya wacana ini berkali-kali disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam berbagai kesempatan.
Manajer Kampanye Keadilan Iklim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Yuyun Harmono menilai, bahwa aturan mengenai peraturan karbon belum dibutuhkan saat ini. “Jangan dulu melompat ke perdagangan karbon. Dagang karbon, itu bonus saja. Nggak perlu didrive dengan peraturan dari pemerintah,” katanya dalam diskusi webinar yang diselenggarakan The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ), (29/05).
Menurut Yuyun, isu pengelolaan hutan di Indonesia kerap dihubungkan dengan wacana perdagangan karbon. Padahal dalam pengelolaan hutan berbasis masyarakat pun sesungguhnya selalu muncul ketidakadilan. “Terutama bagaimana menggunakan pendekatan nilai untuk pengelolaan hutan,” katanya.
Yuyun beranggapan bahwa pemerintah cenderung menjadikan karbon sebagai nilai pendapatan yang perlu digarap. “Padahal masyarakat menjaga hutan awalnya bukan untuk itu, namun bagimana hutan bisa menjadi sumber kehidupan sekaligus sebagai benteng mencegah bencana,” ujarnya.
Sebaliknya, kata Yuyun, perdagangan karbon justru akan menciptakan ketidakadilan. Karena negara atau perusahaan masih diperbolehkan menghasilkan emisi karbon tinggi asal memberi kompensasi atau imbal jasa.
Padahal untuk menekan emisi karbon, yang dibutuhkan adalah kesadaran untuk beralih ke energi bersih. “Negara kerap mengunakan pendekatan menjaga hutan untuk urusan karbon,” katanya.
[ad_2]
Sumber Berita