Lafaz Niat Iktikaf Dan Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan

Lafaz Niat Iktikaf dan Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

[ad_1]

KETIKA Khalifah Umar bin Khattab berada di Arafah, tiba-tiba seorang laki-laki datang menghadap beliau seraya berkata, “Ya, Amirul Mu’minin! Saya datang dari Kufah sengaja untuk menghadap Anda. Di sana ada seorang yang mahir Al-Qur’an seutuhnya di luar kepala. Bagaimana pendapat Anda tentang orang itu?”

Baca juga: Ibnu Mas’ud: Penggembala yang Menjadi Pemegang Rahasia Rasulullah

Umar marah mendengar pertanyaan itu. Belum pernah dia semarah itu, sehingga dia menarik nafas panjang. “Siapa dia?” tanya ‘Umar kemudian.

Abdullah bin Mas’ud ,” jawab orang itu. Kemarahan Umar mendadak padam. Seketika itu juga mukanya kembali cerah.

Kata Umar, “Demi Allah! Setahu saya tidak ada lagi orang yang lebih alim daripadanya dalam urusan itu. Akan saya ceritakan kepada Anda satu kisah mengenainya.”

“Pada suatu malam Rasulullah berbincang-bincang di rumah Abu Bakar membicarakan urusan kaum muslimin. Saya turut dalam pembicaraan tersebut. Selesai berbincang-bincang, Rasulullah pergi. Saya dan Abu Bakar pergi pula mengikuti beliau. Tiba-tiba kami melihat seseorang — mula-mula tidak kami kenali — sedang salat di masjid. Rasulullah berdiri mendengarkan bacaan orang itu.

Kemudian beliau berpaling dan berkata kepada kami: “Siapa yang ingin membaca Qur’an dengan baik seperti diturunkan Allah, bacalah seperti bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Abdullah bin Mas’ud).”

Kemudian Ibnu Mas’ud duduk dan berdoa. Rasullullah mengaminkan do’anya. “Saya berkata dalam hati,” kata Umar selanjutnya, “Demi Allah! Besok pagi saya akan mendatangi Abdullah bin Mas’ud memberi kabar gembira kepadanya bahwa Rasulullah mengaminkan doanya.

Ketika saya mendatanginya besok pagi, kiranya Abu Bakar telah lebih dahulu menyampaikan kabar gembira itu kepada Abdullah. Abu Bakar memang selalu lebih cepat daripada saya dalam soal kebaikan.”

Baca juga: Cerita Ajaran: Musa dan Penggembala

Abdullah bin Mas’ud pernah berkata tentang pengetahuannya mengenai Kitabullah (Al-Qur’an) sebagai berikut: “Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia! Tiada satu ayat pun dalam Al-Qur’an, melainkan aku tahu di mana diturunkan dan dalam situasi bagaimana. Seandainya ada orang yang lebih tahu daripada saya, niscaya saya datang belajar kepadanya.”

Abdullah bin Mas’ud tidak berlebihan dengan ucapannya itu. Selanjutnya Umar bin Khattab juga bercerita:

Pada suatu malam ketika Khalifah Umar bin Khattab sedang dalam suatu perjalanan, beliau bertemu dengan sebuah kafilah. Malam sangat gelap bagaikan beratap kemah, menutup pandangan setiap pengendara. Abdullah bin Mas’ud berada dalam kafilah tersebut. Khalifah Umar memerintahkan seorang ajudan supaya menanya kafilah. “Hai, kafilah! Dari mana kalian?” teriaknya bertanya.

“Min fajjil ‘amiq” (dari lembah nan dalam),” jawab Abdullah.

“Hendak ke mana kalian?”

“Ke Baitul ‘Atiq” (ke rumah tua =Baitullah),” jawab Abdullah.

Kata ‘Umar, “Di antara mereka pasti ada orang yang sangat alim”. Kemudian diperintahkannya pula menanyakan, “Ayat Qur’an manakah yang paling agung?”

Jawab Abdullah, “(Allah, tiada Tuhan selain Dia; Yang Maha Hidup Kekal, lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya): tidak mengantuk dan tidak pula tidur…). Al-Baqarah: 255).

“Tanyakan pula kepada mereka, ayat Al-Qur’an manakah yang lebih kuat hukumnya?” kata ‘Umar memerintah.

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *