Akademikus Kritik Kebijakan Sultan HB X Wajibkan Putar Indonesia Raya Tiap Pagi

[ad_1]

TEMPO.CO, Yogyakarta – Pusat Studi Pancasila Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta mengkritik surat edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X (Sultan HB X) yang mewajibkan diperdengarkannya lagu Indonesia Raya setiap pagi di seluruh kantor pemerintah hingga swasta di Yogya mulai 20 Mei 2021.

“Terlebih dalam surat edaran itu juga diatur, siapa pun yang ada di situ saat lagu Indonesia Raya diputar, harus langsung berdiri tegak dan hormat, padahal pagi itu adalah jam sibuk,” ujar Kepala Pusat Studi Pancasila UPN Veteran Yogyakarta Lestanta Budiman pada Rabu, 19 Mei 2021.

Dalam surat edaran itu Sultan HB X meminta lagu Indonesia Raya diputar setiap hari di kantor-kantor pemerintah tanpa kecuali saat pukul 10.00 WIB atau setiap pagi sebelum memulai aktivitas.

“Jika orang yang ada di situ sedang melakukan pelayanan, lalu tidak sempat berdiri tegak dan hormat saat lagu itu diputar, ini justru berpotensi menurunkan kesakralan lagu Indonesia Raya itu sendiri,” kata Lestanta.

Lestanta menilai kebijakan berupa diwajibkannya lagu kebangsaan diputar setiap hari pada jam tertentu disertai sikap tertentu bisa jadi kontraproduktif di masyarakat.

“Kami mencintai dan menghormati Sultan HB X sebagai Raja Keraton dan juga Gubernur DIY, maka kami mohon kebijakan itu dikaji ulang karena justru berpotensi menimbulkan konflik sendiri di masyarakat,” kata dia.

Dalam surat edaran itu, Sultan HB X itu mengatakan memperdengarkan lagu Indonesia Raya dilakukan sebagai upaya meningkatkan nasionalisme serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa juga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Lagu kebangsaan Indonesia Raya satu stanza agar diperdengarkan setiap pukul 10.00 WIB atau setiap pagi saat memulai aktivitas kegiatan,” kata Sultan HB X dalam edarannya.

Lestanta menilai, satu sisi memang upaya membangkitkan rasa cinta tanah air penting dilakukan. Namun jangan sampai salah kaprah.

Pihaknya khawatir dengan diperdengarkan lagu kebangsaan itu secara membabi buta, bukan pada momen dan tempat yang tepat, justru akan menempatkannya menjadi sesuatu yang biasa saja dan sekedar formalitas.

Lestanta menghimbau, kebijakan itu kaji ulang dengan penelitian yang lebih komprehensif. Karena penggunaan lagu kebangsaan, bendera, dan lambang negara memiliki aturan hukum.

“Ada sanksi pada orang yang tak melaksanakan dan melecehkan simbol-simbol negara,” kata dia.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah (Setda) DIY Imam Pratanadi sebelumnya menjelaskan surat edaran Sultan HB X itu masih terbatas di tempat-tempat publik yang memiliki fasilitas pengeras suara saja. Selain itu, tempat yang tidak memungkinkan seperti di kawasan Malioboro masih menunggu uji coba.

Begitu pun dengan tempat publik lain yang tidak memungkinkan untuk dilakukan sikap hormat berdiri tegak juga bisa menyesuaikan dengan kondisi masing-masing.



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version