#  

APHA Sahkan PS Mata Kuliah Hukum Adat

[ad_1]

Jakarta, Gatra.com – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Dr. Laksanto Utomo, S.H., M.H., mengesahkan Rancangan Pembelajaran Smester (RPS) menjadi PS mata kuliah hukum adat.

“Ini merupakan PR [pekerjaan rumah] yang lunas setelah 2 tahun,” katanya dalam acara Lokakarya Finalisasi dan Penetapan RPS Hukum Adat pada akhir pekan ini yang dihelat secara virtual.

Laksanto menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran dan anggota APHA Indonesia serta para akademisi, baik guru besar, profesor, doktor, dan dosen yang telah terlibat dalam pembahasan RPS ini.

“Ini merupakan prestasi APHA dan kita segera laporkan ke Dikti, ini merupakan mata kuliah wajib. Kita segera rilis,” ujarnya.

Pria yang juga dosen di Fakultas Hukum Universitas Sahid (FH Usahid), Jakarta, ini melanjutkan, setelah merampungkan RPS untuk S1, pihaknya akan membahas RPS untuk program magister. “S2 jadi PR berikutnya,” ucap dia.

Laksanto mengesahkan PS Mata kuliah hukum adat setalah Ketua Bidang Diklat APHA Indonesia, Dr. Caritas Woro Murdiati, menyampaikan RPS hasil semiloka di Bandung, Jawa Barat (Jabar).

Setelah itu, dilanjutkan pembahasan yang melibatkan anggota APHA Indonesia, terdiri dari guru besar, profesor, doktor, dan dosen dari berbagai universitas atau perguruan tinggi di Tanah Air. Pembahasan dipandu oleh Wakil Ketua Umum APHA Indonesia, Dr. Kunthi Tridewiyanti, S.H., M.A.

Para peserta lokakarya kemudian menyampaikan berbagai masukan. Berbagai masukan tersebut kemudian diformulasikan menjadi berberapa poin, di antaranya bahwa RPS harus membicarakan hukum adat, kearifan lokal, antroplogi hukum, memperbarui dengan menyertakan pandangan para ahli tentang kondisi teranyar soal hukum masyarakat adat.

“Perlu ditambahkan situasi-situasi sekarang sehingga lebih memperlihatkan pembidangan dalam hukum adat ini lebih terbuka dan mengikuti perkembangan,” ujar Kuthi menyampaikan ringkasan usulan.

Kemudian, perlu mempelajari sejarah dan perkembangan hukum adat, termsuk mendorong pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat. “Peranan masyakakat hukum adat dan hukum adat masih berlaku,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Kuthi, membuat penambahan RPS S2 dan S3. Materi kuliah hukum adat juga ditambah mengenai tata negara terkait hukum adat karena terdapat desa adat dan berbagai sebutan lainnya. 

Materi bahan ajar harus diperbarui dengan materi-materi anyar. Sejumlah buku maupun hasil penelitian terkini mengenai masyarakat hukum adat bisa menjadi meteri pengajaran atau referensi. Selanjutnya, pertukaran pengajar, buku, dan hasil riset untuk memperkaya wawasan pendidik. 

“Penelitian adat ini karena keterbatasan dana, waktu, dan sebagainya, kita dorong mencari dana penelitian dari hibah, misalnya dari Dikti. Ini jadi program Litbang untuk menyusun proposal penelitian. Pentingnya bagi aparat penegak hukum memahami terkait kasus-kasus di masyarakat hukum adat,” katanya.


Editor: Iwan Sutiawan


[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *