[ad_1]
JAKARTA,- Dari data Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri diketahui setiap tahunnya pelanggaran terhadap UU ITE ini terus meningkat. Sejak tahun 2018 hingga 2020 ada sekitar penambahan 2000 pengaduan.
Diketahui, seseorang bisa dijerat dengan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi & Transaksi Elektronik (UU ITE) bila dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu maupun kelompok masyarakat tertentu.
Ancaman dari UU ITE ini mulai dari hukuman penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Selain itu tersangka yang dikenakan tuduhan atas pasal tersebut biasanya langsung ditahan oleh pihak kepolisian.
“Karena itu kita harus memahami konten, biasakan membaca atau mendengarkan konten secara keseluruhan sebelum berkomentar,” kata Aprida M Sihombing, Dosen Institut Ilmu Komunikasi dan Bisnis LSPR, saat webinar Literasi Digital wilayah Jawa Barat I, Kota Depok, Selasa (15/6/2021).
Seseorang harus bijak saat berkomentar di ruang publik internet. Seperti tidak melakukan ujaran kebencian yaitu tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok yang berupa hinaan, provokasi, body shaming, hingga hasutan yang ditunjukan kepada sekelompok orang atau individu.
Aprida mengatakan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar seseorang tidak sembarangan berkomentar di ranah digital. Pertama harus membaca dan mengetahui keseluruhan konten, kemudian pastikan tidak berasumsi dan memahami isi terlebih dahulu. Selain itu perlu juga berpikir sebelum memposting atau mengkomentari sesuatu dengan menanyakannya ke diri sendiri. Apakah hal yang kita sampaikan itu perlu dan apakah manfaat.
“Karena kadang yang kita sampaikan buat orang jadi cemas padahal kita tidak kenal. Yang punya akun jadi gelisah, cemas, depresi, psikomatik akhirnya bunuh diri,” tutur Aprida.
Diketahui rata-rata orang menggunakan 8 jam 50 menit untuk berada di ruang digital di antaranya untuk live streaming, podcast, bermain game. Namun yang paling besar dan bisa membawa dampak signifikan adalah durasi di media sosial yaitu 3 jam 14 yang rata-rata dihabiskan tiap orang. Di ruang digital ini seseorang bukan hanya akan menuliskan komentar tapi juga dapat menggunggah sesuatu yang ternyata tak disadari merupakan data pribadi.
“Di Indonesia sendiri saat ini belum ada kurikulum bagaimana pentingnya rekam jejak digital. Sehingga tidak heran bila hari ini yang terjadi komentar di medsos berseliweran dan akan jadi CV digital Anda ke depan,” ujar Eko Prasetya, Wakil Ketua Umum Relawan TIK Indonesia.
Webinar Literasi Digital wilayah Jawa Barat I, Kabupaten Depok kali ini menghadirkan pula nara sumber lainnya seperti Lecture IULI, Irma Nawangwulan dan Guru SD Cahaya Bangsa Kota Baru Parahyangan, Alda Dina Bangun. Kegiatan ini merupakan bagian dari program Literasi Digital di 34 Provinsi dan 514 Kabupaten dengan 4 pilar utama. Di antaranya digital skills, digital ethics, digital safety dan digital culture untuk membuat masyarakat Indonesia semakin cakap digital.
16 kali dilihat, 16 kali dilihat hari ini
[ad_2]
Sumber Berita