[ad_1]
Oleh: Supriyanto Martosuwito
Entah bagaimana CNN tanpa Larry King. Dan entah bagaimana Larry King tanpa CNN. Selama 25 tahun siaran di teve berita global itu, antara 1985 – 2010, Larry King identik dengan CNN dan CNN is Larry King.
Kini Larry King pergi. Selamanya. Virus Corona merenggut nyawa broadcaster paling kondang di dunia itu di usia 87 tahun. Dia meninggal di Cedars-Sinai Medical Center di Los Angeles, kemarin. Sebelumnya dia mengidap sakit jantung, diabetes type 2 dan kanker paru paru.
Larry adalah perokok berat. Dia bahkan merokok di sela acara siaran. Dalam buku memoarnya, “Master Mic” (2009) dia menyebut saat pengarah acara menghitung mundur untuk siap siaran, tangannya sibuk mengibas ngibaskan asap rokok yang baru diisapnya. Ada asbak di bawah mejanya yang dipersiapkan untuk merokok saat comercial break.
Larry King lahir pada 19 November 1933 dengan nama Lawrence Harvey Zeiger. Karirnya sebagai penyiar radio dan televisi yang ikonik berlangsung lebih dari enam dekade, tampil dalam 6000 wawancara teve melewati tujuh presiden Amerika. “Selama 63 tahun dan di seluruh platform radio, televisi dan media digital, ribuan wawancara, penghargaan, dan pengakuan global Larry tampil sebagai bukti bakatnya yang unik dan abadi sebagai penyiar,” tulis Ora TV yang dikutip Reuters.
Dilahirkan di Brooklyn dari keluarga Yahudi, Larry King sudah menjadi yatim sejak berusia 9 tahun. Gila membaca sejak kecil, dia mendengarkan radio, terutama acara olahraga, karena tak mampu beli tiket pertandingannya. la mengawali kerja menjadi DJ di sebuah stasiun radio di Miami. ‘King’ adalah nama julukannya saat mengudara. Dia tolak masuk militer karena bermasalah dengan matanya dan tidak tertarik kuliah.
Sejak muda tampil cemerlang sekaligus kontroversial. la dengan cerdas mengorek informasi dari begitu banyak tokoh terkenal yang diwawancarainya. Sepanjang karir kepenyiarannya di radio dan teve sejak 1957 hingga akhir hayatnya – King melakukan sekitar 50.000 wawancara on-air.
Pada tahun 1995 ia memimpin pertemuan puncak perdamaian Timur Tengah dengan Ketua PLO Yasser Arafat, Raja Hussein dari Yordania dan Perdana Menteri Israel Yitzhak Rabin. Ia menyambut semua orang mulai dari Dalai Lama hingga Elizabeth Taylor, dari Mikhail Gorbachev hingga Barack Obama, Bill Gates hingga Lady Gaga.
Larry King – dengan suspender yang jadi ciri khasnya – sesumbar tidak pernah mempersiapkan wawancara. Teknik pendekatannya tampak kuno di era pertanyaan yang tegang, memaksa, atau sarat pertanyaan oleh pembawa acara lain. Dia tidak suka menyerang (non-confrontatif), membuat santai tamu yang diwawancarai sekaligus membuatnya mudah dipahami oleh audiensnya. “Saya tidak berpura-pura mengetahui semuanya, ” katanya dalam wawancara AP (Associated Press) tahun 1995.
Kepada fisikawan peraih hadiah Nobel, misalnya, dia mengajukan pertanyaan pembuka yang sederhana. “Apa hubungannya fisika dengan kehidupan kita? “Mengapa anak anak di sekolah tidak suka dengan pelajaran fisika? ” lanjutnya. “Tuan Presiden, apa yang tidak Anda sukai dari pekerjaan ini? ” katanya kepada kepala negara. Atau “Apa kesalahan terbesar yang Anda buat?”
Dia memenangi penghargaan Emmy Award dan dinobatkan sebagai “pembawa acara talk show TV paling menakjubkan di dunia” oleh TV Guide dan majalah Time memberikan julukan padanya “Master Mic “. News & Documentary Emmys, King memberikan penghargaan “Lifetime Achievement Award” di tahun 2011.
King biasa menaklukan narasumber yang sulit dipahami. Penyanyi Frank Sinatra, yang jarang memberikan wawancara dan sering mengecam wartawan, berbicara dengan King pada tahun 1988 sekaligus wawancara TV besar terakhirnya. Sinatra memang teman lama Larry dan di depan kamera studio keduanya bertegur sapa layaknya teman. “Mengapa kamu di sini? ” Larry bertanya. Sinatra menjawab, “Karena kamu memintaku untuk datang dan aku sudah lama tidak melihatmu, ” jawab Frank Sinatra.
King belum pernah bertemu aktor Marlon Brando – yang bahkan lebih sulit diwawancarai – ketika aktor legendaris itu tampil di acara King’s pada tahun 1994. Obrolan keduanya sangat asyik sehingga mereka mengakhiri wawancara 90 menit itu dengan nyanyian lagu dan sebuah ciuman di bibir, dan gambar keduanya tersebar di seluruh media pada minggu-minggu berikutnya. Selain bersahabat dengan Frank Sinátra, Larry King juga akrab dengan Richard Nixon, Al Pacino, Dalai Lama, Bill Clinton, hingga Angelina Jolie dan Mike Tyson.
Kehidupannya di luar studio cenderung flamboyan. Mudah dapat uang dan mudah menghabiskannya. Suka judi – terutama bertaruh di pacuan kuda – dan gonta ganti pasangan. Hingga akhir hayatnya dia menikah delapan kali dengan tujuh perempuan dan mendapatkan lima anak. Seorang anaknya lahir pada tahun 1961 tapi baru bertemu setelah usia 30. Sebab setahun setelah menikahi Annette Kaye dia bercerai pindah kota dan baru menghubunginya. “Aku mengidap kanker paru paru,” Kaye bicara di telepon.
“Kau memiliki seorang anak. Ia akan menikah. Aku ingin kau mengenalnya sebelum aku mati. Hm, bukan aku memaksamu mengenalnya sebelum. Aku mati” Larry mengirim orang untuk mengecek. Setelah ditemui, tanpa test DNA, Larry meyakini itu memang anaknya. Selanjutnya menyandang nama Larry King Junior.
Dalam buku memoarnya bertajuk “Master Mic” dia memberi catatan khusus saat usianya mencapai 75 tahun. “Saya terbangun pagi itu, di hari itu, dan menyadari bahwa usia saya sudah mencapai tujuh puluh lima tahun”.
Tujuh puluh lima! Bagaimana mungkin? dia seperti tak yakin. “Ya Tuhan!” Dulu, tidak banyak orang yang hidup hingga 75 tahun. Dan, tiba-tiba sekarang saya berusia 75 tahun? “Tidak mungkin!” serunya sambil mengepalkan tangan dan memukulkannya ke atas meja di Nate ‘n Al saat makan pagi bersama kawan-kawannya.
“Coba lihat sisi baik,” ujar seseorang. “Kau mungkin hari ini berusia 75 tahun. Tapi, kau masih dapat memukul meja dengan kepalan tanganmu.” Ya, betul. “Tapi, sekarang tanganku sakit, ” balas Larry King.
* Supriyanto Martosuwito
[ad_2]
Sumber Berita