Ganjar Ditolak PDIP Jawa Tengah, Ikuti Jejak Jokowi?

[ad_1]

TEMPO.CO, Jakarta – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menilai salah satu kader mereka, Ganjar Pranowo, terlalu berambisi menjadi calon presiden untuk pilpres 2024. Ganjar yang merupakan Gubernur Jawa Tengah itu pun diminta untuk tidak mengambil langkah-langkah untuk menjadi calon presiden.

Dalam kegiatan yang diadakan oleh Ketua DPP PDIP, Puan Maharani di Semarang, beberapa hari lalu, Ganjar bahkan tak diundang.

Namun penolakan PDIP terhadap Ganjar ini tak berarti akhir dari perjalanan politik Ganjar. Penolakan dari partai, sebenarnya bukan kali pertama terjadi. Bahkan Presiden Joko Widodo, juga pernah tak direstui oleh PDIP sebelum maju dalam pemilihan.

Pada Pilkada DKI 2012 silam, contohnya. Saat itu, Ketua Dewan Pertimbangan PDIP yang juga merupakan suami dari Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Taufiq Kiemas, menyebut Jokowi bukan sebagai prioritas utama yang akan diusung partai banteng tersebut.

Saat itu, meski tak resmi, Taufiq Kiemas menyebut lebih mendukung Fauzi Bowo dan Adang Ruchiatna sebagai calon partainya. “Dukungan PDIP harus ke Foke, dan wakilnya yang cocok ya Pak Adang,” kata Taufiq, seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 19 Maret 2012.

Saat itu, Jokowi yang merupakan Wali Kota Solo, memang telah masuk salah satu daftar pendek calon hasil penjaringan partai itu. Dalam pertemuan empat mata dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di kantor pusat PDI Perjuangan, Megawati juga disebut-sebut menolak usul tamunya untuk memasangkan Jokowi dengan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Meski begitu, pada akhirnya PDIP tetap melayangkan dukungannya pada Jokowi – Ahok pada 2012 silam. Langkah ini terbukti tepat setelah pasangan itu menang atas Fauzi Bowo yang akhirnya maju bersama Nachrowi Ramli sebagai wakilnya. Foke – Nachrowi diusung oleh Partai Demokrat.

Beberapa tahun setelahnya, PDIP juga sempat menolak usulan untuk mengusung Jokowi sebagai Calon Presiden di Pilpres 2014. Saat itu, Sekretaris Jenderal PDIP Tjahjo Kumolo menyebut salah satu alasannya adalah pemerintahan Jokowi di DKI Jakarta yang belum terlalu lama.

“Menurut pendapat saya, biarlah Jokowi menyelesaikan janji-janjinya dulu membangun DKI,” kata Tjahjo dalam Koran Tempo edisi 8 Februari 2013 silam.

Padahal, saat itu elektabilitas Jokowi terhitung yang terbaik di antara kader lainnya. Bahkan menyaingi Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Kembali, PDIP pun akhirnya luluh dan tetap mengusung Jokowi di Pilpres 2014.

Dan lagi, Jokowi yang berpasangan dengan Jusuf Kalla, berhasil meraup suara terbanyak. Bahkan ia unggul atas Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang berpasangan dengan Hatta Rajasa dari Partai Amanat Nasional (PAN).



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version