[ad_1]
Mendengar cerita pak Ali, spontan terbayang kesedihan di India. Di negeri Bollywood itu, akibat pelonggaran aktivitas masyarakat dan upacara tradisi, berbuntut malapetaka.
Angka korban Covid-19 melonjak drastis, nyaris tak terkendali. Mayat terkapar di mana-mana.
Sedangkan, cerita Pak Ali terjadi di Jambi. Adalah kampung bernama Payo Selincah, lebih separuh warganya terpapar Covid-19.
Jika di India, paparan corona dipicu antara lain upacara mandi di sungai yang disebut Kumbh Mela, maka di Jambi pemicunya adalah tradisi punggahan yang diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 11 April 2021, dua hari sebelum Ramadhan yang jatuh pada hari Rabu, 13 April 2021.
Punggahan dilakukan sebagai bentuk rasa syukur dan sarana berkumpul di rumah salah seorang warga. Tradisi ini juga disebut Munggahan. Berasal dari kata “munggah” atau naik.
Maknanya, melalui tradisi Punggahan memasuki Ramadhan, umat Islam bisa naik derajatnya.
Setelah lantunan doa-doa, mereka pun makan bersama. Nasi dan aneka lauk ditata memanjang di atas alas daun pisang. Peserta Punggahan duduk berjejer menyantap hidangan yang terhampar di hadapannya.
Duduknya berhimpit-himpitan, bahkan ketika dua orang yang berhadap-hadapan mengambil nasi bersamaan, kepala mereka bisa beradu. Begitu rapat jarak antar satu dan yang lain. Atas nama tradisi, tidak ada yang menghiraukan ancaman virus corona.
Menutup rangkaian tradisi, dilakukan acara bersalam-salaman. Pendek kata, suasananya begitu menggembirakan, menyambut datangnya Ramadhan.
*Tersentak Petaka*
“Keesokan hari, kami semua tersentak ketika ada warga yang tiba-tiba demam disertai batuk. Setelah periksa ke rumah sakit, ternyata positif covid. Kami semua shock, seperti baru tersadar dari kesalahan yang baru saja kami lakukan,” papar Pak Ali yang bernama lengkap Muhammad Ali Aris, SE itu.
Lelaki 55 tahun ini pun langsung bertindak. Ali tak ingin korban covid di kampungnya berderet deret, sigap ia pun menjadi orang cerewet.
“Saya kebetulan tidak datang, karena sedang berada di luar kota. Istri saya juga tidak hadir, karena menunggui orang tua yang sakit. Dua dari tiga anak saya yang datang. Satu di antaranya positif Covid,” ujar Pak Ali yang petani sawit itu.
Demi mengetahui corona merembes ke kampungnya, Ali segera meminta semua yang hadir di ritual Punggahan melakukan swab, secepatnya.
Dua hari setelah Punggahan, sebanyak 18 warga datang ke RS Bhayangkara Jambi. Hasil pemeriksaan, 15 di antaranya positif, dan 3 negatif. Mereka sedia dirujuk ke RSUD Abdul Manap, Jambi.
Kesadaran kolektif warga memutus sebaran pandemi muncul spontan. Sebuah spanduk pun menyambut di depan perkampungan.
Tulisan besar terpampang dan mudah terbaca : *Mohon Maaf, sehubungan dengan meningkatnya kasus covid 19 di Lingkungan Rt 04 Kel. Payo Selincah hingga masuk kategori Zona Merah, maka untuk sementara waktu aktifitas ibadah di Masjid ditutup sampai dengan pemberitahuan lebih lanjut.
*Kampung Hangat*
“Saya mencoba berkomunikasi dengan dokter. Intinya meminta izin untuk isolasi mandiri di rumah. Saya yang menjamin mereka tidak akan keluar kamar. Saya yakin bisa, karena semua warga di kampung itu ada hubungan famili. Saya pastikan, mereka patuh,” kata Ali, yang juga seorang jurnalis.
Permintaan Ali membawa pulang semua keluarganya yang positif dikabulkan. Setiba di rumah, mereka diminta berdiam diri. Tidak boleh keluar kamar. Semua kebutuhan, dipenuhi oleh keluarga lain yang sehat.
“Keadaannya tetap lebih baik, dibanding kalau mereka harus diisolasi di rumah sakit, tidak boleh dijenguk. Saya khawatir stress, imun turun, malah berakibat buruk,” kata Ali pula.
Selang sehari kemudian, satu unit mobil Puskesmas Payo Selincah datang. Dari sekitar 15 warga yang diswab, terjaring lagi 6 orang positif. Sampai saat itu, jumlah korban tercatat 21 orang.
“Nah, saya ikut juga tuh. Tapi negatif. Istri juga negatif. Tapi anak saya yang sulung, positif. Dia mengaku, cipika-cipiki usai Punggahan. Mungkin di situ dia tertular,” ujar Ali, yang juga anggota LCKI (Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia).
Pemeriksaan terhadap sisa warga lain — yang belum periksa — berhasil “menangkap” tujuh warga positif Covid-19, sehingga total 28 warga positif, dari kurang lebih 53 warga yang ada di 11 rumah.
“Lebih separuh terpapar corona. Kami dijuluki kampung hangat. Karena sempat warganya demam serentak,” ujar Ali pula.
Kasus “Little India” Payo Selincah itu pun sontak menyedot atensi pemerintah daerah. Kapolda, Danrem, Gubernur, Walikota mencermati serius kawasan zona merah yang satu ini. Tak kurang Kepala BNPB/Ka Satgas Covid-19, Letjen TNI Doni Monardo pun mengunjungi “Lockdown Versi RT” ini.
Doni Monardo tiba di Kota Jambi Kamis (6/5/2021), usai menempuh perjalanan darat sekitar enam jam dari Palembang.
Sore itu Doni langsung memimpin Rakor Penangangan Covid-19 Provinsi Jambi. Keesokan harinya, Jumat (7/5/2021), Doni mampir di Payo Selincah, sebelum bertolak kembali ke Jakarta.
Doni didampingi Kapolda Jambi Irjen Pol A Rachmad Wibowo, Danrem 042/Garuda Putih, Brigjen TNI M Zulkifli, Plt Deputi Darurat BNPB, Dody Ruswandi, Irtama BNPB Tetty Saragih, Walikota Jambi Syarif Fasha dan para pejabat Forkopimda Jambi lain. Saat mendengar penuturan M. Ali, Doni Monardo menimpali.
“Sosok seperti pak Ali ini yang dibutuhkan di tengah masyarakat, untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19,” ujar Doni seraya menambahkan, “Indonesia perlu ‘Ali-Ali’ yang lain. Terutama saat Ramadhan dan musim mudik Lebaran.
Harapannya ‘Ali-Ali’ di seluruh Indonesia bisa proaktif mencegah penularan covid, mulai dari larangan mudik, karantina bagi yang terlanjur mudik, dan ketat melaksanakan protokol kesehatan setiap saat.”
*Heroik Bencana*
Doni pun teringat kisah Sulaeman di Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut, Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Seorang Ketua RT yang dengan kesadaran tinggi mengevakuasi seluruh warganya ke tempat aman, sehingga ketika banjir bandang meluluhlantakkan permukiman mereka, semua warganya selamat.
“Jika Sulaeman pahlawan bencana alam, maka Ali patriot pandemi,” ujar Doni.
Ali, dinilai sosok yang disegani, didengar, dan dipatuhi oleh masyarakat. Kesadarannya yang tinggi tentang bahaya Covid-19, serta pemahamannya tentang pencegahan dan penanganan yang baik, membuat Ali bisa menyelamatkan keluarga besarnya di Payo Selincah dari paparan Covid.
Dari 28 warga yang terpapar, sebanyak 11 sudah dinyatakan sembuh. Sedangkan yang 17 lagi, masih menunggu hasil pemeriksaan.
Benar, hari itu, Doni Monardo memerintahkan dokter untuk melakukan pemeriksaan terhadap keluarga besar Ali.
Doni Monardo juga terkesan dengan pola hidup baru yang kemudian menjadi rutinitas warga.
Ali menuturkan, setiap usai sholat subuh, ia keliling kampung mengajak warga keluar rumah, berolahraga bersama, tentu dengan menjaga jarak.
“Kami senam Covid, senam dangdut, joget-joget, pokoknya gerak badan biar sehat,” katanya.
Selesai olahraga, matahari sudah mulai menerpa bumi. “Saya minta berjemur antar 15 sampai 30 menit. Yang laki-laki bebas berjemur di mana saja, yang penting terkena sinar matahari langsung.”
“Sedangkan perempuan, kumpul di salah satu rumah warga yang punya halaman belakang rumah cukup luas dan berpagar beton. Di sanalah kaum perempuan berjemur,” papar Ali, yang mengaku Pujakesuma, putra Jawa kelahiran Sumatera itu.
Terima kasih Ali, telah menginspirasi.(*)
Laporan Egy Massadiah dan Roso Daras, dari Jambi
[ad_2]
Sumber Berita