Koalisi Guru Besar Desak Jokowi Batalkan Pelantikan Pegawai KPK

[ad_1]





Seorang wanita melihat layar saat Ketua KPK Firli Bahuri, memimpin upacara pelantikan 12 orang pejabat struktural KPK, di gedung KPK, Jakarta, Selasa, 22 September 2020. Pejabat struktural terpilih ini berasal dari sumber Polri, Kemenkominfo dan internal KPK, terdiri dari tiga orang Direktur Penyidikan Setyo Budiyanto, Direktur Pengaduan Masyarakat Tomi Murtomo, Driektur Pengolahan Informasi dan Data Riki Arif Gunawan, sedangkan sembilan orang koordinator wilayah yaitu Asep Rahmat Suwanda, Aminudin, Budi Waluya, Ratna Zulaiha, Didik Agung Widjanarko, Agung Yudha Wibowo, Bahtiar Ujang Purnama, Kumbul Kuswijanto Sudjadi, dan Yudhiawan. TEMPO/Imam Sukamto


TEMPO.CO, Jakarta – Sebanyak 77 guru besar antikorupsi yang mencangkup Emil Salim hingga Azyumardi Azra, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan rencana pelantikan pegawai KPK yang rencananya digelar hari ini, Selasa, Juni 2021. Mereka menilai banyak problematika yang mengiringi proses peralihan status pegawai KPK menjadi ASN, termasuk di antaranya pemecatan 51 pegawai yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).

“Kami berharap Presiden Joko Widodo membatalkan rencana pelantikan pegawai KPK menjadi ASN yang sedianya dilakukan pada tanggal 1 Juni 2021. Dan mengangkat seluruh pegawai KPK menjadi ASN (Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil,” ujar Atip Latipulhayat perwakilan salah satu guru besar, dalam keterangan tertulis, Senin, 31 Mei 2021.

Koalisi Guru Besar Antikorupsi menegaskan ada tiga permasalahan yang akan timbul pasca pemberhentian 51 pegawai KPK. Pertama, penanganan perkara besar akan terganggu. Mereka melihat mayoritas pegawai yang diberhentikan berprofesi sebagai penyelidik dan Penyidik yang sedang menangani sejumlah perkara. Mulai dari suap pengadaan bantuan sosial di Kementerian Sosial, hingga suap di Direktorat Pajak.

“Tentu konsekuensi logis dari hasil penyelenggaraan TWK, para penyelidik dan penyidik tersebut tidak bisa menangani perkara itu. Selain itu, terdapat pula singgungan praktik menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice) dari pimpinan KPK,” kata Atip.

Selain itu, Atip juga melihat citra kelembagaan KPK akan semakin menurun di mata publik. Sepanjang 2020, setidaknya ada delapan lembaga survei yang menyebutkan bahwa KPK tidak lagi menjadi lembaga paling dipercaya.

Berangkat dari poin ini lalu mengaitkan dengan kekisruhan TWK, Atip meyakini tahun-tahun mendatang ekspektasi publik akan semakin merosot tajam pada KPK. “Ditambah dengan berbagai permasalahan yang kerap diperlihatkan oleh Pimpinan KPK itu sendiri,” kata Atip.



[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version