Komnas KIPI: Tidak Ada Yang Meninggal Karena Vaksinasi COVID-19

Komnas KIPI: Tidak Ada Yang Meninggal Karena Vaksinasi COVID-19

[ad_1]

Di tengah ramainya rumors mengenal berbagai efek samping imunisasi covid-19, bahaya atau tidak?

Ketua Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas KIPI) Prof Hindra Irawan Satari menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada yang meninggal karena vaksinasi COVID-19.

Menurut Komnas KIPI, ada 27 kasus kematian diduga akibat vaksinasi dengan Sinovac. Namun setelah diinvestigasi, kematian tersebut tidak terkait dengan vasinasi.

 Dari kasus tersebut, 10 kasus akibat terinfeksi Covid-19, lalu 14 orang karena penyakit jantung dan pembuluh darah, 1 orang karena gangguan fungsi ginjal secara mendadak dan 2 orang karena diabetes mellitus dan hipertensi tidak terkontrol.

“Kenapa kami bisa membuat diagnosis itu? Karena datanya lengkap. Diperiksa, dirawat di-rontgen, diperiksa lab, di CT-scan, dapat diagnosisnya,” jelas Prof Hindra.

Sementara yang meninggal diduga akibat vaksinasi dengan AztraZeneca ada 3. Namun juga tidak diakibatkan oleh vaksinasi tapi lebih karena penyakit lain.

Komnas KIPI membuka Hotline Virus Corona 119 ext 9.

Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (NI)

Komnas KIPI juga mengakui menangani sebanyak 229 laporan efek samping serius dari pemberian vaksin virus korona (covid-19) selama program vaksinasi di Indonesia.

Masing-masing, 211 laporan dari vaksin Sinovac dan 18 laporan dari vaksin AstraZeneca.

“Kejadian mulai tahun lalu sampai 16 Mei 2021. Laporan KIPI serius berjumlah 229 laporan, terdiri atas Sinovac 211 laporan dan AstraZeneca ada 18 laporan,” kata Ketua Komnas KIPI, Hindra Irawan Satari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Jakarta, Kamis (20/5).

Adapun kejadian KIPI nonserius yang ditangani selama periode yang sama, berjumlah 10.627 laporan. Dimana terbagi atas vaksin Sinovac 9.738 laporan dan AstraZeneca 889 laporan.

Hindra memastikan, semua kejadian baik KIPI serius maupun non serius tertangani dengan baik, melalui koordinasi Komisi Daerah (Komda) KIPI dan tenaga kesehatan yang telah dilatih untuk menangani KIPI.

“Semua kegawadarutan ditangani, diberikan pertolongan dengan responsif sehingga semua tertanggani,” sebutnya.

Dia menyebut, definisi KIPI serius sesuai pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi yang menyebabkan seseorang harus menjalani rawat inap, kecacatan, kematian serta menimbulkan keresahan masyarakat.

Sedangkan KIPI nonserius adalah semua kejadian medik yang terjadi setelah imunisasi namun tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan penerima vaksin.

Menurutnya, dari seluruh laporan KIPI yang masuk dan ditangani yang menonjol adalah reaksi yang berhubungan dengan kecemasan.

“Meskipun angkatan bersenjata, meskipun anggota Polri, seorang dokter yang atletis, terhadap jarum suntik reaksinya berbeda. Saya juga terkejut. Saya pikir hanya anak-anak saja yang jerit-jerit saat imunisasi, kemudian diberi mainan dia lupa,” terangnya.

Dia menambahkan situasi yang menonjol lainnya adalah reaksi kebetulan yang dikaitkan dengan imunisasi. “Sehari setelah imunisasi bahkan sampai empat tahun setelah imunisasi tetap dikaitkan,” terangnya.

Seluruh laporan terkait kejadian KIPI tersebut dilaporkan oleh Komisi Daerah (Komda) KIPI di setiap daerah, masyarakat hingga media massa.

Selanjutnya, laporan itu ditindaklanjuti jajaran Komnas KIPI, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta Kementerian Kesehatan melalui tindakan surveilans untuk mengetahui hubungan imunisasi dengan KIPI.

“Hal terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi KIPI secara lengkap, agar dengan cepat dinilai dan dianalisa untuk mengidentifikasi dan merespons suatu masalah,” tegasnya.

“Meskipun angkatan bersenjata, meskipun anggota Polri, seorang dokter yang atletis, terhadap jarum suntik reaksinya berbeda. Saya juga terkejut. Saya pikir hanya anak-anak saja yang jerit-jerit saat imunisasi, kemudian diberi mainan dia lupa.” — Prof Hindra Irawan Satari (Komnas KIPI)

 

 

[ad_2]

Sumber Berita

Exit mobile version