Musuhnya Juga Setan Dan Nafsu Manusia

Musuhnya Juga Setan dan Nafsu Manusia

[ad_1]

Muhammad Quraish Shihab dalam bukunya berjudul Wawasan Al-Quran menulis, jihad biasanya hanya dipahami dalam arti perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Ini mungkin terjadi karena sering kata itu baru terucapkan pada saat-saat perjuangan fisik. Memang diakui bahwa salah satu bentuk jihad adalah perjuangan fisik/perang, tetapi harus diingat pula bahwa masih ada jihad yang lebih besar daripada pertempuran fisik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW ketika beliau baru saja kembali dari medan pertempuran.

Kita kembali dari jihad terkecil menuju jihad terbesar, yakni jihad melawan hawa nafsu”.

Baca juga: Quraish Shihab: Jihad Adalah Puncak Segala Aktivitas

Menurut Quraish, sejarah turunnya ayat-ayat Al-Quran membuktikan bahwa Rasulullah SAW telah diperintahkan berjihad sejak beliau di Makkah, dan jauh sebelum adanya izin mengangkat senjata untuk membela diri dan agama. Pertempuran pertama dalam sejarah Islam baru terjadi pada tahun kedua Hijrah, tepatnya 17 Ramadhan dengan meletusnya Perang Badar.

Surat Al-Furqan ayat 52 yang disepakati oleh ulama turun di Makkah, berbunyi:

“Maka jangan kamu taati orang-orang kafir, dan berjihadlah melawan mereka menggunakan Al-Quran dengan jihad yang besar”.

Kesalahpahaman itu, kata Quraish Shihab, disuburkan juga oleh terjemahan yang kurang tepat terhadap ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang jihad dengan anfus dan harta benda. Kata anfus sering diterjemahkan sebagai jiwa Terjemahan Departemen Agama RI pun demikian (lihat misalnya ketika menerjemahkan QS 8: 72, 49 :15; walaupun ada juga yang diterjemahkan dengan diri [QS 9: 88]).

Memang, kata anfus dalam Al-Quran memiliki banyak arti. Ada yang diartikan sebagai nyawa, di waktu lain sebagai hati, yang ketiga bermakna jenis, dan ada pula yang berarti “totalitas manusia” tempat terpadu jiwa dan raganya, serta segala sesuatu yang tidak dapat terpisah darinya.

Baca juga: Dibantu Eks Napi Teroris, Ketua DPD Harap Milenial Tak Keliru Pahami Jihad

Al-Quran mempersonifikasikan wujud seseorang di hadapan Allah dan masyarakat dengan menggunakan kata nafs. Jadi tidak salah jika kata itu dalam konteks jihad dipahami sebagai totalitas manusia, sehingga kata nafs mencakup nyawa, emosi, pengetahuan, tenaga, pikiran, bahkan waktu dan tempat yang berkaitan dengannya, karena manusia tidak dapat memisahkan diri dari kedua hal itu. Pengertian ini, diperkuat dengan adanya perintah dalam Al-Quran untuk berjihad tanpa menyebutkan nafs atau harta benda (antara lain QS Al-Hajj: 78).

Pakar Al-Quran Ar-Raghib Al-Isfahani, dalam kamus Al-Qurannya Mu’jam Mufradat Al-Fazh Al-Quran, menegaskan bahwa jihad dan mujahadah adalah mengerahkan segala tenaga untuk mengalahkan musuh. Jihad terdiri dari tiga macam: (1) menghadapi musuh yang nyata, (2) menghadapi setan, dan (3) menghadapi nafsu yang terdapat dalam diri masing-masing. Ketiga hal di atas menurut Al-Isfahani dicakup oleh Firman Allah:

“Berjihadlah demi Allah dengan sebenar-benarnya jihad.” ( QS Al-Hajj [22]: 78 ).

Sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad dengan harta dan diri mereka di jalan Allah, hanya mengharapkan rahmat Allah ( QS Al-Baqarah [2]: 218 ).

Baca juga: Terduga Teroris Condet Pernah Jabat Divisi Jihad FPI, Aziz: FPI Bukan Organisasi Pencetak Teroris

Rasulullah SAW bersabda, “Jahiduw ahwa akum kama tujahiduna ‘ada akum” (Berjihadlah menghadapi nafsumu sebagaimana engkau berjihad menghadapi musuhmu). Dalam kesempatan lain beliau bersabda, “Jahidu Al-kuffar ba aidiykum wa al-sinatikum” (Berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dengan tangan dan
lidah kamu).

Pada umumnya, ayat-ayat yang berbicara tentang jihad tidak menyebutkan objek yang harus dihadapi. Yang secara tegas dinyatakan objeknya hanyalah berjihad menghadapi orang kafir dan munafik sebagaimana disebutkan Al-Quran surat At-Taubah ayat 73 dan At-Tahrim ayat 9.

“Wahai Nabi, berjihadlah menghadapi orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat.”

Tetapi ini tidak berarti bahwa hanya kedua objek itu yang harus dihadapi dengan jihad, karena dalam ayat-ayat lain disebutkan musuh-musuh yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam kejahatan, yaitu setan dan nafsu manusia sendiri. Keduanya pun harus dihadapi dengan perjuangan.

“Janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya dia merupakan musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah [2]: 168).

[ad_2]

Sumber Berita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *