[ad_1]
Omar’s Film School didirikan pada Februari 2020 dengan tujuan melatih para pengungsi muda Rohingya agar mereka dapat memperoleh pekerjaan sebagai fotografer profesional. Selain itu, mereka nantinya diharapkan dapat memberitahu dunia luar mengenai kondisi di kamp pengungsi yang mereka huni.
Jamal Arakani, salah seorang peserta yang berusia 22 tahun, mengatakan, “Saya seorang fotografer dan memotret di kamp-kamp pengungsi Rohingya. Saya ingin menjadi fotografer profesional, jadi saya belajar di Omar’s Film School. Dengan foto-foto ini, saya ingin menunjukkan kepada seluruh dunia bagaimana kami hidup di sini, bagaimana orang-orang meninggal akibat kebakaran dan tanah longsor, dan bagaimana anak-anak dididik dan belajar bahasa Arab di sekolah-sekolah di kamp. Kami mengambil semua foto-foto ini.”
Arakani mengatakan banyak orang asing yang mengunjungi kamp pengungsi tempat tinggalnya dan mereka mendorong pengungsi untuk memotret. Karena membutuhkan foto-foto mengenai kamp tersebut, mereka meminta para pengungsi untuk bekerja bagi mereka.
Mohammed Faruque, instruktur utama di lembaga kursus tersebut, adalah seorang penghubung dan fotografer paruh waktu bagi media asing di kamp-kamp pengungsi di Cox’s Bazar.
Ia mendirikan kursus tersebut bersama dengan adiknya, Omar, seorang staf LSM dan jurnalis yang bekerja dengan kantor-kantor berita utama seperti Reuters. Omar meninggal secara tragis pada Mei 2020, dan lembaga kursusnya, yang memberi pelatihan videografi dan fotografi, mengambil nama Omar untuk menghormatinya.
“Kursus film Omar didirikan pada tahun 2020 dengan sejumlah orang muda Rohingya di kamp pengungsi di Bangladesh. Kami ingin memberi pelatihan kepada orang-orang muda Rohingya mengenai video dan fotografi. Kami ingin terus mendokumentasikan kehidupan pengungsi. Sewaktu kami kembali ke Myanmar, kami dapat memperlihatkan kepada generasi mendatang, seperti apa hidup di kamp-kamp pengungsi,” kata Faruque.
Sementara itu, salah seorang siswa Omar’s Film School lainnya, Omel Khair, mengemukakan, “Saya datang ke Bangladesh pada tahun 2017. Sewaktu di Myanmar, saya melihat orang-orang mengambil foto dan saya merasa belajar fotografi adalah impian saya. Sewaktu datang di Bangladesh, saya mulai memotret dengan ponsel dan mengunggah foto-fotonya. Orang kemudian mengomentarinya dan memberi tanda ‘suka,’ dan saya gembira sekali melihat ini. Orang-orang mulai mengenal saya dan sejak itu, saya ingin belajar fotografi dengan lebih baik. Saya bergabung dengan Omar Faruque’s Film School. Sekarang, dengan kursus ini, saya berharap dapat menjadi seorang fotografer besar.”
Sekarang ini Faruque memiliki 12 siswa berusia awal 20-an. Ia dibantu dua instruktur lainnya di kamp tersebut. Pelatihan mingguan itu berlangsung gratis bagi siapa pun yang ingin mengikutinya. Perekrutan siswa lebih banyak bergantung pada kabar dari mulut ke mulut. Faruque berharap jumlah siswanya akan meningkat pesat dan dapat memperoleh lebih banyak lagi kamera untuk lembaganya pada masa mendatang.
Rohingya adalah kelompok etnik minoritas, yang sebagian besar tidak diakui kewarganegaraannya oleh Myanmar yang mayoritas penduduknya adalah umat Buddha. Myanmar menganggap mereka sebagai imigran gelap dari Bangladesh. Hampir satu juta Rohingya tinggal di kamp-kamp kumuh di distrik Cox’s Bazar di perbatasan di Bangladesh, kamp pengungsi terbesar di dunia, sejak mereka lari menghindari penindakan keras militer di negara bagian Rakhine, hampir empat tahun silam. [uh/ab]
[ad_2]
Sumber Berita